UU 34/2004 juga menjelaskan bahwa TNI diperbolehkan menjabat posisi sipil ketika telah mengundurkan diri atau telah pensiun pada posisi aktif keprajuritannya. Hal ini sebagaimana Pasal 47(1) UU 34/2004. Akan tetapi, juga terdapat diperbolehkannya TNI aktif mendapatkan jabatan bidang politik tertentu sebagaiman Pasal 47(2).
Latar Belakang Pelibatan TNI di Ranah Politik dan Sosial
Perbedaan latar belakang keterlibatan masuknya TNI pada ranah politik dan sosial juga dapat dilihat dari beberapa bentuk. Menurut Profesor Universitas Harvard Samuel Huntington, (1) pada negara berkembang persoalan militer yang terlibat di luar bidangnya merupakan hal wajar dan dianggap untuk menciptakan nation building. Samuel beralasan karena adanya ketidakmampuan dan kekacauan para sipil untuk mengemban jabatan pemerintahannya. Artinya, terdapat pelemahan lembaga politik.
Pada sisi lain, (2) timbulnya paham dan ideologi baru yang digagas dengan rasa semangat. (3) masuknya persoalan militer pada persoalan politik dan sosial karena memang terdapat proses tawar menawar jabatan dan persoalan lainnya yang mengarah di luar kepentingan nasional. Atau dapat dikatakan bahwa terdapat perwira yang memiliki ideologi politis terlebih didorong oleh sebagian elit sipil.
Terhadap wacana penempatan TNI pada jabatan kementerian dalam revisi UU TNI, keadaan ini tidak mengarah pada point pertama ataupun kedua dari pendapat Samuel. Untuk point ketiga, masih sangat dini dan terlalu abstrak untuk memberikan kesimpulan. Hal ini mengingat pendapat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi masih berupa usulan.
Akan tetapi, jika melihat pejabat pemerintah di masa periode ini terjadi perubahan sangat signifikan dalam lingkup supremasi sipil. Hal ini terlebih TNI tumbuh dalam manuver politik dan tidak dibarengi dengan keterampilan peran sipilnya. Kekhawatiran penulis adalah kemungkinan adanya conflict of interest antara kalangan mantan TNI yang menjabat di pemerintahan dengan TNI.
Ragam Kekhawatiran Wacana Revisi UU TNI
Tahun 2017 maraknya isu Panglima TNI yang terlibat dalam transaksi senjata api. Saat itu, Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, menjelaskan wacana hidupnya komunisme serta pembelin senjata. Penulis menduga bahwa peran Wiranto ini digunakan oleh Presiden untuk mengatasi isu yang digaungkan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Terdapat gambaran implisit bahwa TNI masih memiliki keinginan menghidupkan kembali spirit Dwi Fungsi ABRI. Hal ini disampaikan oleh Panglima TNI Gatot Nurmayanto yang membuat analisa berkaitan Indonesai masuk pada wilayah proxy war dengan segala sumber kekayaan alam yang dipunyai oleh Indonesia. Kemudian, juga adanya gaungan untuk mengembalikan hak politik bagi TNI, dan retorika lainnya lagi.
Berdasarkan data Pertahanan dan Keamanan Badan Riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2019, kegiatan itu berupa proyek food estate atau pengembangan dengan skala besar. Proyek ini diadakan karena adanya justifikasi krisis pangan pada masa pandemi. Proyek ini dilakukan di beberapa provinsi yaitu, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Papua. Selain persoalan kerusakan lingkungan, juga terdapat masalah keterlibatan militer.