Adapun pasal baru yang turut menjadi sorotan yaitu Pasal 16 yang berkaitan dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan hak pakai. UU IKN bertentangan dengan Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang sebelumnya telah mengatur durasi pemberian hak atas tanah. Konsekuensinya, masyarakat akan semakin terhimpit karena lahan IKN bukanlah lahan kosong. Sedikitnya terdapat 51 (lima puluh satu) masyarakat adat dengan populasi mecapai 200.000 jiwa. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak memiliki bukti kepemilikan atas tempat tinggal atau lahan sehingga secara hukum mereka dalam posisi yang rentan sebagai pihak yang memiliki hak atas tanahnya. Bagi mereka yang memiliki legalitas atas tanahnya, skema pembebasan lahan memungkinkan pemerintah memaksa masyarakat melepaskan tanahnya.
Lagi-lagi terulang kembali pemerintah melakukan kesalahan yang sama seperti saat pengesahan UU Cipta Kerja. Pengesahan UU IKN ini mengindikasikan bahwa proyek IKN tidak berpihak kepada rakyat (bukan milik rakyat). Mari kita tarik pada poin pertimbangan pembentukan ini dalam konsiderans menimbang, “bahwa upaya memperbaiki tata kelola wilayah Ibu Kota Negara adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan tu.iuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Seharusnya, dengan mencantumkan pernyataan “melindungi, memajukan kesejahteraan umum”, tidak boleh ada yang dirugikan dari pihak manapun sehingga dalam pelaksanaannya mencerminkan keadilan sosial.