Para pelaku dari keempat pelanggaran tersebut dapat disidangkan di International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY), yang dibentuk pada tahun 1993 dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), yang dibentuk oleh Dewan Keamanan pada tahun 1994.
Indonesia sebagai Penengah Konflik Rusia-Ukraina
Indonesia yang notabene menganut politik bebas aktif memiliki tanggung jawab moral untuk menyerukan Rusia agar menaati hukum humaniter internasional. Di samping itu Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional juga berkewajiban ikut andil menjaga ketertiban dunia dengan menjadi penengah konflik antara kedua belah pihak.
Terlepas dari hubungan diplomatik antara Rusia dan Indonesia yang sangat baik, Indonesia harus berani mengatakan serangan militer Rusia ke Ukraina merupakan tindakan yang salah sebagai invasi sepihak.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah melakukan sikap tegas saat perang Irak yang berlangsung 19 tahun lalu. Indonesia mengambil sikap imparsial meskipun Amerika Serikat merupakan salah satu negara sahabat RI. Sikap seperti itu tentu juga dapat dilakukan terhadap kasus invasi Rusia ke Ukraina.
Dewasa ini, Pemerintah Indonesia melalui Kemlu telah mengambil sikap untuk mendukung Rusia dan Ukraina menempuh jalur damai dalam menyelesaikan konflik. Rusia dan Ukraina perlu tunduk tarhadap hukum humaniter internasional dan Piagam PBB tentang integritas territorial wilayah suatu negara. (Tirto.com, 27/02/22)
Presidensi G20 Indonesia untuk mendukung perdamaian Rusia-Ukraina
Kedudukan Indonesia, sejauh ini memang belum memiliki kapasitas di dunia internasional. Artinya posisi Indonesia, jika diperuntukkan sebagai juru damai Rusia dan Ukraina memang kecil kemungkinan berhasil. Terlepas dari kondisi tersebut, Indonesia dapat melakukan kerja sama multilateral demi menjaga stabilitas perdamaian masyarakat internasional. Terlebih, saat ini Indonesia menjadi Presidensi G20.