Konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina akhir-akhir ini semakin memanas, menimbulkan banyak korban. Serangan yang dilakukan Rusia di beberapa kota Ukraina, menurut pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Ukraina per 24 Februari 2022 sudah lebih dari 57 orang yang tewas dan 169 orang terluka. Menurut Office of the United Nations High Commissioner for Human Right (OHCHR) atau Kantor PBB Divisi HAM, per 26 Februari 2022 sedikitnya 240 warga sipil menjadi korban, termasuk setidaknya 64 orang tewas.
Serangan Rusia pada 24 Februari 2022 menyebabkan penduduk melarikan diri dari Ukraina sejak awal invasi tersebut. PBB juga mencatat setidaknya ada lima juta pengungsi yang sudah melarikan diri ke negara-negara tetangga di sekitar Ukraina (Aljazeera.com, 24/02/22).
Menurut beberapa sumber, memanasnya konflik Rusia dan Ukraina diawali dari rencana Ukraina yang ingin bergabung dengan Organisasi Pertahanan Militer Atlantik Utara (NATO) yang dikomandoi oleh Amerika Serikat. Akibat hal itu memicu kemarahan Rusia terhadap Ukraina. Lebih jauh, invasi Rusia ke Ukraina sebenarnya tidak berdasar, mengingat kondisi ini akan berdampak pada stabilitas dan keamanan internasional.
Dari hukum humaniter internasional sebagai instrumen hukum perang, Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 menentukan pihak-pihak yang berperang dalam wilayah suatu negara berkewajiban untuk melindungi orang-orang yang tidak ikut serta secara aktif dalam peperangan (penduduk sipil).
Setidaknya terdapat orang-orang yang dijamin perlidungannya dalam konflik bersenjata (perang), yakni anggota angkatan perang yang luka-luka dan telah meletakkan senjatanya, ditahan serta oleh sebab-sebab lainnya untuk diperlakukan secara manusiawi.
Artinya, serangan Rusia telah menewaskan penduduk sipil Ukraina mengindikasikan Rusia telah melanggar Konvensi Jenewa tersebut. Walaupun sebelum itu perlu penyelidikan terlebih dahulu dari International Criminal Court (ICC) atau pengadilan Kriminal Internasional untuk melegitimasi bahwa Rusia benar melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional.
Apabila ketentuan hukum humaniter internasional tidak dipatuhi, para pelaku, termasuk pejabat tertinggi atau presiden yang menginstruksikan serangan dapat dikategorikan sebagai pelaku kejahatan perang dan pelanggaran HAM berat.
Menurut Statuta Roma terdapat empat jenis tindak pelanggaran berat dan serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu: kejahatan Genocide (genosida), Crime Against Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan), War crimes (Kejahatan Perang) dan Aggression (kejahatan Agresi).