Sistem pertanggungjawaban menganut ajaran dualistis, yaitu pemidanaan harus memenuhi syarat adanya actus reus dan mens rea. Actus reus yaitu suatu perbuatan harus dibuktikan adanya suatu kesalahan dan atau adanya pemenuhan rumusan tindak pidana.
Sementara itu, mens rea adalah pertanggungjawaban yang dapat dilakukan setelah pelaku tindak pidana memenuhi syarat actus reus. Prinsip pertanggungjawaban yang dianut dalam tindak pidana internasional adalah prinsip pertanggungjawaban individual atau perseorangan.
Pertanggung jawaban individual (Individual Responsibility) merupakan prinsip yang diikuti sejak diperkenalkan dalam peradilan Nuremberg. Ketika peradilan Nuremberg digelar, para terdakwa menyangkal bahwa mereka memiliki kewajiban didepan hukum internasional. Mereka menegaskan bahwa individu, mereka hanya memiliki kewajiban kepada negara Jerman dibawah Nazi dan bahwa negara Jerman yang harus memikul pertanggung jawaban internasional.
Prinsip pertanggungjawaban individual ini selaras dengan semangat demokrasi pasca perang dunia. Pendapat peradilan Nuremberg mengenai penuntutan dan penjatuhan pidana terhadap perscorangan ini, dituliskan sebagai berikut, “crimes against international law are commited by men, not by abstract entities, and only by punishing individuals who commit such crimes can the provisions of international law be enforced” (tindak pidana terhadap hukum internasional dilakukan olech manusia, bukan oleh kesatuan abstrak, dan hanya dengan menghukum individu yang melakukan tindak pidana tersebut, hukum internasional dapat ditegakkan).
Prinsip pertanggungjawaban individual ini kemudian diadopsi sebagai prinsip dasar hukum internasional yang menyatakan, “setiap orang yung melakukan perbuatan yang diatur sebagai kejahatan menurut hukum internasional harus bertanggungjawab dan oleh karena itu dapat dipidana atau dijatuhi hukuman”.
Dalam Pasal 7 ayat (1) Statuta ICTY pada Pasal 7 ayat (1) dan Statuta ICTR, “setiap orang yang merencanakan, mendorong, memerintahkan, melakukan, membantu atau bersekongkol didalam perencanaan, persiapan dan pelaksanaan kejahatan yang mencakup oleh statuta dinyatakan memikul tanggung jawab pidana secara individual.”
Berikut tanggung jawab pidana individual dalam Statuta Roma 1998, yakni:
- Mahkamah mempunyai yurisdiksi atas pribadi kodrati menurut statuta ini;
- Seseorang yang melakukan suatu kejahatan di dalam wilayah yurisdiksi mahkamah akan bertanggung jawab secara pribadi dan dapat dihukum sesuai statute ini;
- Sesuai dengan statuta ini, seseorang akan bertanggung jawab secara pidana dan dapat dihukum untuk suatu kejahatan didalam wilayah yurisdiksi dari mahkamah dari orang tersebut;
- Tidak ada ketentuan didalam statute ini yang berhubungan kepada tanggung jawab pidana secara pribadi akan mempengaruhi tanggung jawab dari negara-negara bagian dalam hukum internasional.
Pertanggungjawaban negara pada setiap perbuatan melawan hukum internasional harus dipertanggung jawabkan kepada negara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bassiouni terhadap draft code telah menggolongkan tindak pidana internasional menjadi tiga golongan yang dapat dikaitkan dengan negara dan bahkan dapat dilakukan oleh negara secara langsung (karena direncanakan, dikehendaki dan tindak pidana nasional).
Negara dianggap bertanggungjawab terhadap suatu peristiwa pidana internasional apabila negara membantu individu untuk melakukan tindak pidana nasional tertentu. Negara mengambil tindakan pencegahan, pengusutan, atat pengekstradisian ataupun penghukuman terhadap individu pelaku kejahatan internasional.