Pertanyaannya, apakah yang mendasari pemerintah yang secara sepihak menyatakan tidak ada lagi MHA di NTT? Pemerintah mengklaim terhadap tanah-tanah bekas milik masyarakat adat.
Menurut Nome, merujuk hasil Simposium Terbatas Persoalan Tanah Suku di NTT pada Mei 1972, tidak ada lagi tanah suku di NTT. Dasar dari kesimpulan ialah sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah, hingga Mei 1972 tidak ada KMHA yang mendaftarkan tanah ulayatnya.
Kesimpulan tersebut tanpa mempertimbangkan aspek pemahaman masyarakat terhadap pendaftaran tanah adat. Konsekuensinya, kebijakan tersebut sejatinya mengandung unsur kesewenangan pemerintah.
Selain itu, MHA yang tradisional dan pada dasarnya tidak cukup terpelajar di masa itu apakah paham terhadap pendaftaran tanah, sedangkan pemahaman akan literasi pun sangat terbatas. Tampak jelas bahwa pemerintah justru memanfaatkan keterbatasan masyarakat untuk menguasai aset yang semestinya menjadi hak MHA dengan dalih didasari oleh kepentingan umum.
Selain itu, prosedur menjadi lebih mudah karena keberadaan tanah Adat maupun MHAnya berpotensi untuk dirampas oleh pemerintah. Kemudahan ini karena tidak pernah diakui statusnya. Namun, pengambil-paksaan aset ini bukan tanpa perlawanan dari MHA.