Saat ini, Indonesia memiliki dua aturan hukum dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi yaitu UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di samping itu, Indonesia juga memiliki lembaga negara yang bertugas untuk menangani tindak pidana korupsi yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kepolisian
Kepolisian merupakan pihak yang nantinya akan dimintai bantuan oleh KPK untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara pemberantasan tipikor yang sedang ditangani.
Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang memiliki fungsi berhubungan dengan kekuasaan kehakiman atau yudisial dan melaksanakan kekuasaan pada bidang penuntutan. Pada bidang intelijen penegakan hukum di Indonesia, kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan upaya pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Upaya tersebut berupa pendeteksian dan peringatan dini terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK merupakan lembaga negara yang berkedudukan di ibukota negara dan ruang lingkup kerjanya adalah seluruh wilayah Indonesia. KPK berada dalam ranah kekuasaan eksekutif. Hal ini berubah sejak adanya perubahan kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelum perubahan atas undang-undang tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi atau biasa disebut KPK adalah lembaga independen yang tidak berada di bawah kekuasaan lembaga manapun. Oleh karena itu, sistem kepegawaian KPK juga berubah dimana pegawai KPK berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN).