Pada 2020 ini, terjadi banyak kontroversi di Indonesia, salah satunya adalah pembentukan UU Omnibus Law Cipta Kerja. UU ini ramai diperbincangkan di sosial media maupun berita. UU ini mendapat penolakan keras dari banya kalangan, khususnya buruh. Penolakan ini muncul lantaran proses pengesahan oleh DPR pada 3 Oktober 2020 dianggap tidak dilaksanakan secara terbuka dengan para buruh dan masyarakat terkait.
Komunitas buruh memberikan pernyataan bahwa UU Cipta Kerja belum mewakili aspirasi para buruh dan rakyat. Dari berbagai poin dalam UU Cipta Kerja, dianggap belum sesuai dengan kebutuhan para buruh dan banyak substansi dipandang menyimpang dari UUD 1945.
[rml_read_more]
Omnibus Law
Menurut Audrey O’Brien, Omnibus Law adalah suatu rancangan undang-undang atau bill dengan mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Barbara Sinclaire (2012) menambahkan Omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait.
Omnibus Law adalah metode atau konsep cara membuat peraturan dengan menggabungkan peraturan-peraturan yang memiliki substansi yang berbeda-beda dan disatukan menjadi sebuah peraturan kompilasi sebagai acuan hukum. Oleh karena itu, peraturan-peraturan yang mengacu substansi lainnya dan sudah disahkan sebelumnya secara langsung akan dan dinyatakan tidak berlaku.
Melalui UU Cipta Kerja, substansi dalam UU Ketenagakerjaan tidak relevan lagi. Perubahan ini dianggap menjadi masalah bagi komunitas buruh karena poin-poin yang sebelumnya di UU Ketenagakerjaan diubah dan dihapus.
Pertentangan antara buruh dan pemerintah terutama DPR juga dipicu oleh hoaks tentang poin-poin UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang tersebar dalam media sosial. Setelah membaca penjelasan di atas tulisan ini membahas mengenai kesesuaian UU Omnibuslaw Cipta Kerja di Indonesia dan kebermanfaatan UU Omnibuslaw Cipta Kerja di kehidupan para buruh.
Kesesuaian Omnibus Law Cipta Kerja di Indonesia
Satjipto Rahardjo dalam bukunya yang berjudul Ilmu Hukum (2014) menyatakan bahwa di dunia ini kita tidak dijumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari satu. Menurut Marc Ancel (1965: 1) ia membedakan sistem hukum di dunia menjadi 5 sistem hukum yaitu Civil Law System (Eropa Continental), Common Law System (Anglo-Saxon), Middle East System (Timur Tengah Sistem), Far East System (Timur Jauh Sistem), dan Socialist Law (Sosialis). dari kelima sistem hukum tersebut terdapat dua sistem hukum yang tidak asing dan paling dikenal oleh kita yaitu Civil Law dan Common Law.
Setelah kita tahu berbagai 5 sistem hukum di dunia menurut Marc Ancel ada dua sistem yang paling dikenal yaitu Civil Law dan Common Law. Adapun karakteristik kedua sistem tersebut. Yang pertama adalah karakteristik Civil Law. Karakteristik sistem hukum Civil Law yang pertama terletak pada hakim.