Banyak Regulasi Baru yang Bermasalah
Untuk meningkatkan pemberantasan korupsi, diperlukan regulasi yang kuat dan didukung oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, DPR, lembaga pemerintah, dan masyarakat. Upaya ini membutuhkan kesadaran dan komitmen bersama untuk memerangi korupsi dan membangun budaya anti-korupsi.
Regulasi hasil kesepakatan bersama antara Presiden dan DPR tidak kunjung mendukung penguatan pemberantasan korupsi. Dalam lima tahun belakangan, UU yang berlaku tak lebih hanya sekedar upaya untuk mendegradasi pemberantasan korupsi. Misalnya, UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), dan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Produk UU tersebut sama sekali tidak pro rakyat. Bahkan, substansinya justru menguntungkan korporasi. Padahal, regulasi menjadi penting untuk memberikan kepastian hukum dan menguatkan pemberantasan korupsi sebagai kejahatan yang sitemik.
Di samping itu, terdapat UU bermasalah lain hasil produk pemerintah yang tak kalah penting. Misalnya, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.