Selama puluhan tahun, Surat Edaran menjadi bagian dari kebijakan sejumlah lembaga negara. Daya ikat, kedudukan, dan mekanisme pengujiannya masih menjadi perdebatan. Tidak jarang kita mendengar “Menurut Surat edaran Menteri ……” yang menjadi dasar hukum suatu tindakan petugas aparat Negara dalam menjalan suatu kebijakan. Masyarakat awam seringkali dibuat dilema, atas seberapa mengikat Surat Edaran yang dikeluarkan lembaga Negara. Mengingat dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Surat Edaran tidak dibunyikan dengan eksplisit dalam pasal-pasal tersebut terkait kedudukanya.
Selama ini Surat-surat edaran selalu dikategorikan sebagai contoh peraturan kebijakan. Ditambah Surat Edaran sebagai produk hukum yang isinya secara materil mengikat umum namun bukanlah peraturan perundang-undangan karena ketiadaan wewenang pembentuknya untuk membentuknya sebagai peraturan perundang-undangan.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) juga punya pandangan serupa. Lembaga pemerhati hukum ini berpendapat Surat Edaran – dalam konteks ini SEMA—bukan produk perundang-undangan, melainkan sebagai instrumen administratif yang bersifat internal. Surat Edaran ditujukan untuk memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.