Sepatutnya, regulasi juga mengatur pemberhentian kompetisi, termasuk mekanisme, hak dan kewajiban terhadap masing-masing pihak apabila kompetisi diberhentikan. Sehingga, permasalahan pemberhentian seperti ini seharusnya tidak terjadi dan PSSI tidak dapat dengan mudah menggunakan kekuasaan serta kewenangannya untuk memberhentikan kompetisi di tengah jalan. Apabila kompetisi diberhentikan, klub maupun pihak lainnya berhak mendapatkan ganti rugi atas pemberhentian tersebut.
Revisi Regulasi Kompetisi di Indonesia
Revisi regulasi kompetisi sepak bola di Indonesia perlu dilakukan. Tidak hanya regulasi Liga 2 dan Liga 3, tetapi juga regulasi Liga 1 maupun kompetisi-kompetisi lainnya. Menurut Prof Muhammad, ada 4 (empat) ciri regulasi yang baik yaitu:
- Tidak multitafsir.
- Tidak tumpang tindih.
- Tidak ada kekosongan hukum.
- Dapat dilaksanakan.
Dari 4 (empat) ciri regulasi tersebut, regulasi liga atau kompetisi sepak bola di Indonesia belum memenuhi semua ciri regulasi yang baik. Tidak diaturnya pemberhentian liga merupakan kekosongan hukum; satu pihak akan mengambil tindakan sendiri yang dapat merugikan pihak lain.
Begitu pula dengan penjelasan force majeure (keadaan memaksa) yang tidak diatur secara jelas dalam regulasi liga. Salah satu alasan pemberhentian Liga 2 dan Liga 3 yang disampaikan oleh PSSI adalah force majeure. Keadaan seperti ini membuat banyak pihak tidak sependapat dengan PSSI. Karena, force majeure biasanya digunakan apabila ada bencana alam atau semacamnya. Alhasil, force majeure yang terdapat di regulasi liga saat ini menimbulkan mutitafsir yang berbeda-beda oleh masing-masing pihak.