Hasil riset ini hanya merupakan bentuk penyiksaan hewan yang dapat terlihat karena dikontenkan oleh pelaku. Bayangkan berapa banyak bentuk penyiksaan terhadap hewan yang tidak terlihat hingga saat ini di Indonesia.
Beberapa contoh kasus nyata berupa kekerasan terhadap hewan adalah yang sempat viral pada akhir tahun 2021 lalu. Seorang aparat Satpol PP di Aceh menganiaya seekor anjing hitam dengan alasan menjalankan tugasnya dalam menertibkan kawasan wisata halal di Aceh, berupaya mengambil paksa anjing hitam dengan menodongkan kayu dan rantai lalu memukulnya. Setelahnya oknum aparat tersebut mengurung anjing hitam tersebut dengan keranjang yang diikat erat tanpa lubang bernafas hingga akhirnya anjing tersebut mati di perjalanan.
Tidak ada kejelasan apakah oknum tersebut mendapat sanksi atau tidak. Juga tidak ada permintaan maaf kepada pemilik anjing sama sekali dari perwakilan satpol PP. Justru Kasatpol PP hanya menyatakan bahwa tindakan mereka tidak melanggar SOP yang ada. Semua perlakuan oknum tersebut dianggap wajar karena menurut mereka anjing tersebut tidak jinak.
Selain itu, banyak kasus nyata yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Video-video seperti seorang remaja membakar anak kucing, seseorang mencekoki seekor kucing dengan miras, hewan-hewan yang di adu, hingga anak kecil yang dengan sengaja melempar seekor kucing masih kerap terjadi. Kejadian-kejadian tersebut telah banyak beredar di sosial media dan terus berulang dilakukan terhadap hewan disekitar mereka meskipun banyak pertentangan dari masyarakat.
Tidak berlebihan jika menganggap bahwa terdapat kekurangan terhadap peraturan yang mengatur, edukasi, dan regulasi pemerintah terkait hal ini. Peraturan terkait penyiksaan dan penganiayaan hewan dalam Pasal 302 dan 406(2) KUHP dirasa belum dapat efektif dengan maksimal. Hal ini karena sanksi masih sangat ringan dan tidak menimbulkan efek jera.
Contohnya pada Pasal 302 KUHP, dinyatakan bahwa bagi yang melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan dapat dipenjara tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah.
Selain itu juga dinyatakan bahwa apabila perbuatan mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, cacat, luka-luka, bahkan hingga kematian, dipenjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah.