- Ferdy Sambo
- Hukuman Mati
- Efek Penggentar
Berdasarkan uraian di atas, hal yang tidak kalah krusial dalam menghilangkan kultur sejarah kebiasaan hukuman mati di Indonesia adalah mengubah apa yang menjadi persepsi masyarakat awam terhadap hukuman mati. Alih-alih hanya mengubah secara kebijakannya saja atau hanya melalui pendekatan yuridis-normatif yang cenderung legalistik-positivistik (Mujahidin, 2007, hlm. 52). Selain itu, adanya suatu norma di sebuah negara juga disebabkan karena, adanya kecenderungan publik secara luas terhadap suatu norma tersebut (Jati, 2012, hlm. 331).
Merujuk pada konsep sistem hukum menurut Friedman bahwa sejatinya sistem hukum terdiri dari tiga komponen yaitu, substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum (Friedman & Hayden, 2017, hlm. 6–10). Oleh karena itu, dalam upaya menghilangkan kultur sejarah kebiasaan hukuman mati di Indonesia, maka penulis merekomendasikan membentuk paradigma baru masyarakat awam dalam memandang hukuman mati dalam beberapa proses, antara lain (Soemadiningrat, 2002, hlm. 202).
Pertama, peningkatan pengetahuan hukum masyarakat. Peningkatan pengetahuan hukum ialah peningkatan pemahaman seseorang mengenai perilaku yang diatur oleh hukum. Dalam hal ini eksekusi secara riil dapat melalui kampanye, penyuguhan, dan kemudahan dalam mendapatkan data objektif terhadap tidak adanya korelasi positif antara hukuman mati dengan efek penggentar.