Fenomena terpilihnya Bupati Kabupaten Sabu Raijua (SARAI), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ternyata pernah tinggal lebih dari 5 tahun di Amerika Serikat (AS) dan memiliki passport AS ini cukup mengejutkan masyarakat karena status kewarganegaraannya yang masih belum teridentifikasi. Berdasarkan hasil konfirmasi resmi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, yang bersangkutan memegang kewarganegaraan AS. Kebijakan dwi kewarganegaraan di AS memang diperbolehkan karena menganut sistem dwi kewarganegaraan terbatas. Banyak warga negara AS dan negara lain pemegang dwi kewarganegaraan AS harus menggunakan passport AS untuk keluar masuk negaranya.
Kesesatan Berpikir
Namun, setelah terungkapnya fakta tersebut, yang bersangkutan tetap mendapat dukungan dari para pendukungnya yang sering menulis dalam kolom-kolom komentar di beberapa grup media sosial yang beranggotakan masyarakat NTT. Seolah-olah dia tidak mempermasalahkan kewarganegaraan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Seakan-akan dia hidup di dunia tanpa sistem hukum yang berlaku. Atau, dia hidup di negara bebas yang tidak diatur oleh perangkat aturan tertulis sehingga mengabaikan martabat negara.
Padahal, UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan tidak mengenal doktrin dwi kewarganegaraan. Hal ini diartikan bahwa ketika WNI memperoleh kewarganegaraan lain, orang tersebut harus memilih untuk menjadi warga negara lain. Atau, mereka melepas atau menolak kewarganegaraan lain dengan tetap menjadi WNI.