Tanggal 1 dan 2 Mei mempunyai makna yang saling berkaitan. Tanggal 1 Mei itu merupakan hari buruh dan 2 Mei adalah hari pendidikan. Momen hari pendidikan perlu direfleksikan kembali akan pentingnya kesejahteraan guru dalam sistem pendidikan.
Apakah guru adalah buruh pendidikan? Sering kita menyebutkan bahwa seorang guru itu adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Penyebutan tersebut diwariskan sejak Orde Baru.
Guru di Indonesia dikategorikan menjadi guru PNS dan honorer. Guru honorer berjumlah banyak dan mendapatkan gaji yang sedikit. Hal ini karena sulitnya proses seleksi dan formasi guru sebagai ASN tidak dibuka setiap tahun. Akibatnya, banyak lulusan sarjana pendidikan sulit menjadi guru PNS dan sarjana pendidikan yang ingin menjadi guru mau tidak mau menjadi guru honorer.
Salah satu terobosan untuk meningkatkan kesejahteraan guru ialah melalui rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PPPK tersebut termasuk kategori ASN yang bekerja di bawah pemerintahan. Bedanya adalah terletak pada komponen gaji, tunjangan hingga status kerja.
Beberapa waktu lalu pemerintah membuka rekrutmentPPPK, namun beberapa hari menjelang pengumuman kelulusan pada 10 Maret 2023, penempatan 3.043 guru prioritas 1 dibatalkan. Pembatalan ini menimbulkan konflik vertikal antara pemerintah dan guru honorer yang belum mendapatkan SK PPPK yang awalnya dinyatakan lulus ambang batas atau seleksi administrasi.
Padahal, guru merupakan tonggak pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Sesuai amanat UUD 1945, negara wajib mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konsideran UU tentang Guru dan Dosen, guru memiliki fungsi peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan. Guru perlu menjadi profesi yang benar-benar bermartabat. Dalam kegiatan belajar mengajar, kehadiran guru adalah utama dan wajib keberadaannya di sekolah.
Pasal 40 ayat (1) UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesehjahteraan sosial yang pantas dan memadai. Hal serupa disebutkan juga dalam Pasal 14 UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam perspektif ketenagakjeraan, Pasal 1 angka 3 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan mendeskripsikan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dari definisi ini, sebenarnya guru bisa dikatakan sebagai buruh yang mendapatkan imbalan dari pemerintah sebagai pemegang kuasa.
Terlebih, masih banyak gaji guru honorer masih jauh di bawah UMP/UMK daerah. Mereka rata rata memperoleh gaji sebesar Rp 500 ribu-1 jutaan. Akibatnya, guru honorer berlomba lomba mendaftar PPPK. Walaupun mereka sudah mengabdi selama bertahun-tahun, masih saja mereka lolos PPPK sehingga kesejahteraannya dapat membaik.
Rendahnya penghasilan guru dapat mengganggu konsentrasi mengajar karena masih harus memenuhi kebutuhan hidup. Setali tiga uang, rendahnya dukungan terhadap guru juga turut mempengaruhi kualitas siswa sehingga penurunan kualitas pendidikan tidak terhindarkan lagi. Hal yang paling dikhawatirkan adalah nantinya semakin menurunnya minat orang menjadi guru di tengah banyaknya lulusan sarjana pendidikan.
Apabila kebijakan pemerintah berpihak terhadap kesejahteraan guru, guru akan dapat lebih berkonsentrasi mengajar sehingga lebih banyak waktu dihabiskan untuk siswa, sekolah dan pendidikan di Indonesia. Dengan kebijakan yang mensejahterakan, guru tidak lagi memikirkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.