Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, perusakan marwah atau merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim disebut sebagai COC (Contempt of Court). Pengadilan merupakan tempat berlangsunya proses peradilan, sehingga kewenangan peradilan tertinggi berada pada kehakiman. Setiap proses dan keputusan dalam peradilan diputuskan oleh seorang Hakim.
Dalam proses berperkara di pengadilan masih banyak masyarakat kita yang melakukan perbuatan merendahkan marwah serta keluhuran martabat hakim. Perbuatan tersebut seperti, berperilaku tercela dan tidak pantas pada saat proses di pengadilan, merusak fasilitas yang ada pada pengadilan, menghalangi jalannya proses persidangan, menyerang integritas dan impartialitas pengadilan serta menghina pengadilan dan kemudian dipublikasikan secara luas sehingga menimbulkan anggapan buruk terhadap pengadilan.
Beberapa pelanggaran terhadap penghinaan pengadilan terjadi pada 19 Agustus 2021 terhadap Pengadilan Negeri Banyuwangi oleh Yunus, seorang aktivis antimasker. Ia dapat dianggap telah menyerang majelis hakim sesaat setelah divonis 3 tahun penjara atas kasus kekarantinaan kesehatan dan UU ITE. Hal ini menimbulkan tiga majelis hakim yang memimpin sidang mengalami shock, meskipun tidak mengalami luka apapun. Hal ini dikarenakan polisi yang berjaga saat itu langsung menarik dan menangkap aktivias antimasker tersebut.
Namun demikian, akibat dari aksi aktivis antimasker tersebut, PN Banyuwangi mengalami kerusakan pot dan banner. Lantaram, massa pendukung aktivis tersebut berdesakan usai aktivis tersebut mengamuk diruang sidang (detik.com). Dalam hal ini terlihat bahwa masih banyak masyarakat yang meremehkan dan merendahkan keluhuran dan martabat hakim dalam menegakkan sebuah keadilan.
Pengaturan Contempt of Court