Selain melanggar Pasal 20 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, BW juga melanggar Pasal 3 Huruf I Kode Etik Advokat Indonesia yang berbunyi; seorang advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktik sebagai advokat dan tidak dibenarkan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama menduduki jabatan tersebut. Pelanggaran terhadap kedua ketentuan tersebut, memungkinkan BW diberhentikan sebagai advokat Indonesia.
Menilik dari laporan yang diungkap oleh Sandi dan dua advokat lainnya, maka fokus mengenai pembuktian pelanggaran ini adalah cuti yang diajukan BW sebagai Ketua TGUPP. Sandi berasumsi bahwa jika BW mengajukan cuti, maka tatap adalah seorang pejabat negara, apalagi tetap menerima gaji, berbeda lagi jika BW mengundurkan diri dari jabatannya. Koordinator ICW (Indonesia Corruption Watch), Adnan, juga mengkritik keterlibatan Bambang dalam tim kuasa hukum Prabowo-Sandi “Memang akhirnya muncul klarifikasi dari Anies sebagai gubernur ketika membantu BPN statusnya BW adalah cuti. Tetapi sebenarnya kalau statusnya cuti perlu diklarifikasi juga apakah cutinya cuti di luar tanggungan? Kalau hanya cuti saja itu berarti dia masih tetap dapat gaji dan secara etis tidak boleh (jadi pengacara Prabowo).”
BW, kata Sandi, menerima kuasa dari pasangan Prabowo-Sandi pada 22 Mei 2019, sementara Gubernur DKI, Anies Baswedan menyebut BW telah cuti sebagai TGUPP terhitung 24 Mei 2019. Itu artinya, BW tetap melanggar kode etik profesi, karena sebagai pejabat ia menerima gaji Rp 41,22 juta. Soal ini, sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut BW telah mengajukan cuti di luar tanggungan sebagai anggota TGUPP. Anies juga memastikan BW tak lagi bertugas sebagai TGUPP, artinya BW juga tidak mendapatkan gaji. Hal semacam ini akan dibuktikan dalam penyelidikan.
Ketimpangan informasi semacam ini menimbulkan stigma tersendiri dalam masyarakat. Jika seorang advokat yang telah menjabat sebagai pegawai negeri dengan gaji lumayan besar saja masih bisa menjalankan profesi sebagai kuasa hukum, artinya kode etik hanyalah sebuah teori tertulis yang tidak ada implementasinya. Ini artinya profesi hukum hanyalah sebuah gelar untuk menimbun kekayaan dengan cara merangkap jabatan.