Berdasarkan Pasal 20 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Advokat, disebutkan bahwa advokat dilarang merangkap jabatan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
- Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
- Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut.
Advokat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal di atas artinya juga melanggar kode etik profesi hukum. Misalnya saja, advokat yang merangkap menjadi pegawai negeri, hakim, penerjemah tersumpah, dan lain-lain. Pertimbangan yang mendasari larangan rangkap jabatan bagi advokat adalah untuk mencegah/menghindari adanya benturan kepentingan (conflict of interest).
Namun demikian, bukan berarti bahwa advokat dilarang memiliki jabatan rangkap. Di luar dari ketentuan pasal tersebut, advokat diperbolehkan merangkap jabatan. Contohnya merangkap menjadi dosen. Terdengar sedikit krusial ketika menyebut dosen karena bisa jadi dosen termasuk bagian dari pegawai negeri. Namun profesi dosen yang boleh dirangkap oleh advokat adalah dosen yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri, seperti dosen tamu.
Advokat boleh merangkap jabatan sebagai kurator sebagaimana tertuang dalam Permenkumham 18/2013. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa salah satu persyaratan menjadi kurator adalah orang tersebut harus advokat, akuntan publik, sarjana hukum, atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi. Selain itu, advokat juga dapat merangkap jabatan sebagai konsultan hak kekayaan intelektual sebagaimana tertuang dalam PP 2/2005, hanya saja advokat dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan intelektual yang berstatus pegawai negeri.
Hal inilah yang dilakukan oleh Bambang Widjojanto (BW) selaku advokat senior. BW dilaporkan pada Peradi oleh tiga advokat lainnya karena dianggap telah melanggar kode etik advokat. Pelaporan ini didasari oleh fakta bahwa BW yang memiliki jabatan publik namun merangkap jabatan sebagai kuasa hukum. BW yang masih menjadi anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemprov DKI Jakarta, juga merangkap menjadi kuasa hukum calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Sadiaga Uno untuk bersidang di Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil Pilpres 2019.