Tampak jelas bahwa kedudukan sertifikat hak tanggungan adalah pengganti dari grosse akta hipotik. Dengan demikian, sertifikat hak tanggungan dimaksudkan sebagai perluasan grosse akta hipotik. Frasa kata asli (grosse) akta hipotik pada Pasal Pasal 224 HIR/Pasal 258 R.Bg. diperluas yang dapat dibaca: sertifikat hak tanggungan adalah sama dengan grosse akta hipotik saja. Ketentuan tersebut tidak melebur/menghilangkan keberadaan grosse akta hutang sebagai salah satu syarat lainnya agar mempunyai kekuatan eksekutorial.
Di samping eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang memerlukan bantuan pengadilan. Dengan tujuan memberikan kemudahan kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan piutangnya, UUHT mengatur juga eksekusi yang dilakukan berdasarkan prinsip parate eksekusi.
Pada prinsipnya parate eksekusi memiliki pengertian:
- tanpa bantuan pengadilan
- tanpa penyitaan
- kreditur menjadi pemohon lelang
- kantor lelang negara melaksanakan lelang eksekusi
Untuk keperluan pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan, instansi pemerintah yang mengurusi pelelangan berada di bawah Kementerian Keuangan, karena mengkuti regulasi lelang peninggalan kolonial, yang dimuat dalam Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190).
Berdasarkan kedua peraturan di atas, kemudian dibentuk Inspeksi Lelang yang bertanggung jawab kepada Direktuur van Financient di pemerintahan VOC, yang kemudian setelah Indonesia merdeka menjadi Menteri Keuangan.
Implementasi dari regulasi lelang peninggalan kolonial yang menunjuk Menteri Keuangan untuk membawahi kantor lelang negara sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Peraturan pelaksanaan dari Vendu Reglement/ Peraturan Lelang, diterbitkan oleh Menteri Keuangan, yang dari waktu ke waktu peraturan pelaksanaan tersebut sangat sering diubah.
Seringnya waktu, perubahan peraturan pelaksanaan lelang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu, perubahan mencerminkan hal-hal diatur di dalamnya yang tidak memiliki prinsip dan asas yang jelas. Hal ini akibat tidak berkompetennya Kementerian Keuangan yang ditunjuk mengurusi kantor lelang negara.
Saat ini peraturan pelaksanaan lelang diatur dalam PermenKeu No. 213/PMK.06/2020 yang mencabut Permenkeu No. 26/PMK.06/2016. Pada bagian Lampiran dari PermenKeu No. 213/PMK.06/2020, disebutkan:
Persyaratan Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) terdiri dari:
- salinan/fotokopi Perjanjian Kredit/ Akta Pengakuan Hutang/ Surat Pengakuan Hutang/ dokumen perjanjian utang piutang lainnya, atau dokumen pengalihan piutang dalam hal Hak Tanggungan berasal dari pengalihan piutang karena cessie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613 KUH Perdata;
- salinan/fotokopi Sertipikat Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan;
- fotokopi sertipikat hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan;
- salinan/fotokopi Perincian Hutang/jumlah kewajiban debitor yang harus dipenuhi;
Berdasarkan poin 1 dan 4 persyaratan lelang eksekusi hak tanggungan tersebut, tampak tidak disyaratkan untuk melampirkan grosse akta hutang yang tentunya bertentangan (konflik norma) dengan Pasal 224 HIR/Pasal 258 R.Bg.