- Ferdy Sambo
- Hukuman Mati
- Efek Penggentar
Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo menggambarkan kompleksitas sistem peradilan dan persoalan-persoalan mendalam yang harus dihadapi masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara lainnya. Reaksi berbagai pihak dalam menanggapi vonis hukuman mati ini bermacam-macam. Seperti contoh, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui Muhammad Isnur tidak setuju hukuman mati terhadap Ferdy Sambo. Namun, masyarakat awam cenderung setuju terhadap penjatuhan vonis hukuman mati pada Ferdy Sambo (Annur, 2023).
Alasan masyarakat awam setuju dengan penjatuhan hukuman mati karena dianggap telah memenuhi rasa ‘keadilan’ dan sebagai efek penggentar. Agar, di masa depan tidak ada yang mengulangi hal yang sama (Sulhin, 2016, hlm. 73). Pendapat lain yang lebih ilmiah terhadap kesetujuan ini juga disampaikan oleh Pojman & Reiman (1998, hlm. 67). Menurutnya, terdapat dua argumentasi yang kerap digunakan untuk membenarkan praktik hukuman mati. Pertama, hukuman mati secara luas dianggap sebagai bentuk hukuman yang cocok untuk kejahatan pembunuhan; tidak dilaksanakannya hukuman mati akan menjadi contoh ketidakadilan terhadap korban. Kedua, hukuman mati dianggap perlu karena diharapkan mampu untuk memberikan efek penggentar bagi pelaku pembunuhan potensial. Pada akhirnya juga melekat pada kesetujuan masyarakat awam atas vonis hukuman mati Ferdy Sambo.
Persepsi dan argumentasi masyarakat awam tentunya bertentangan dengan data penelitian yang menunjukkan hal sebaliknya. Seperti contoh, penelitian yang ditulis oleh Lubis (2009, hlm. 143–198) menyatakan bahwa tidak ada peningkatan kejahatan di negara-negara asing pasca dihapusnya hukuman mati. Selain itu, Lubis (2009, hlm. 107–142) juga memberikan data bahwa di Amerika sendiri hukuman mati tidak mencegah terjadinya kejahatan karena pelaku kejahatan lebih memikirkan persoalan ditangkap atau tidaknya. Dengan demikian, pada dasarnya tidak ada korelasi positif antara hukuman mati dengan efek penggentar.