Space debris merupakan sampah luar angkasa yang dibuat oleh manusia, termasuk pecahan dan unsur-unsur yang ada padanya. Keseluruhannya tidak lagi berfungsi, berada di orbit bumi maupun di luar angkasa yang kemudian masuk ke dalam atmosfer bumi. Hal yang diwaspadai ialah apabila sampah angkasa dengan volume besar menabrak satelit yang masih beroperasi pada orbitnya. Ini akan menjadi penyebab terganggunya satelit dan kerusakan pada orbit sehingga terjadi malfunction.
Berdasarkan hukum internasional, yaitu Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects 1972, Pasal 2 mendalilkan: “A Launching state be absolutely liable to pay compensation for damage by its space object on the surface of the earth or to aircraft in flight”. Maksudnya, negara dapat dimintakan pertanggungjawaban apabila benda angkasa milik negara yang telah menjadi sampah angkasa jatuh dan merugikan wilaya lain.
Ketika meluncurkan sebuah satelit, yang terlibat dalam beberapa proyek tersebut tidak hanya satu negara. Namun, aktivitas ini dapat melibatkan banyak negara yang turut andil dalam peluncuran satelit tersebut. Pasal III menyatakan, “In the Event of damage being caused elsewhere than on the surface of the earth to a space object of one launching State or to person or property on board such a space object by a space of another launching state, the latter shall be liable only if the damage is due to its fault or the fault of persons for whom it is responsible.”
Dari Pasal tersebut, terdapat pembagian alternatif dalam mempertanggungjawabkan kerugian yang ditimbulkan dari sampah luar angkasa atau space debris. Pembagian ini mencakup absolute liability (pertanggungjawaban secara mutlak) dan based on fault liability (pertanggungjawaban secara kesalahan).