Kejahatan korupsi merupakan tindak pidana yang sangat serius sehingga dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa karena dampak yang ditimbulkannya tidak hanya merugikan keuangan negara, menganggu stabilitas dan keamanan masyarakat, melemahkan nilai-nilai demokrasi, etika, keadilan dan kepastian hukum, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas, bahkan dapat merusak nilai-nilai demokrasi, sopan santun dan kepastian hukum.
Istilah “gratifikasi” menjadi bagian yang baru dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu bentuk kejahatan korupsi yang belakangan menjadi tren adalah gratifikasi dan gratifikasi yang belakangan banyak berkembang adalah gratifikasi seksual.
Pemberian yang bertujuan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan kasih sayang saja tentunya tidaklah dilarang, akan tetapi apabila perbuatan memberikan hadiah tersebut dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu seperti untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian tersebut tidaklah dibenarkan karena dilandasi oleh keinginan dan iktikad tidak baik dalam hal ini untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, dari pejabat dan penyelenggara Negara yang menerima hadiah.
Pemberian berupa hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat berpotensi menjadi pelanggaran jabatan dan dapat merugikan keuangan negara apabila pemberian tersebut berhubungan dengan kopetensinya sebagai seseorang yang memiliki jabatan dan kedudukan.
Sebagaimana Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, “setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya,…”.
Kemudian, dalam penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, gratifikasi yang diterima tersebut baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Unsur tindak pidana gratifikasi pada Pasal 12B, yaitu:
- Unsur perbuatannya (subjek hukumnya): pegawai negeri atau penyelenggara negara
- Unsur perbuatan menerima
- Unsur objek gratifikasi
- Unsur yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.
Dalam penjelasan Pasal 12B ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi:
- pemberian hadiah berupa uang tunai
- pemberian hadiah berupa barang berharga
- berbagai macam diskon dari diskon tiket pesawat, belanja dan lainnya
- hadiah beruapa bonus
- pinjaman bunga 0%
- tiket gratis perjalanan wisata
- hadiah berupa fasilitas gratis berbagai macam penginapan dari hotel sampai villa
- berobat gratis dan fasilitas lainnya
Dalam perkembangan gratifikasi pemberian hadiah tidak hanya berupa barang berharga atau uang tunai dapat juga disediakan dalam jenis layanan seksual. Berbicara mengenai gratifikasi dalam bentuk layanan seksual Indonesia belum mengaturnya secara tegas dalam Undang-undang Pemerantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaku gratifikasi seksual sampai saat ini sulit terungkap, bahkan Mahkamah Konstitusi pun sudah banyak mengantongi laporan mengenai gratifikasi seksual yang sampai saat ini belum terpecahkan.
KPK pun di desak agar segera membuat aturan khusus mengenai gratifikasi dalam bentuk pelayanan seksual. Sampai saat ini gratifikasi seksual pembuktiannya tergolong sulit karena melibatkan golongan elit dan bersifat tertutup.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.