By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Kawan Hukum Indonesia
    • HIGHLIGHT
    • OUTLOOK
    • KNOWLEDGE
    • LAWSTYLE
    • CONSULTING
    • HIGHLIGHT
    • OUTLOOK
    • KNOWLEDGE
    • LAWSTYLE
    • CONSULTING
    Reading: Untuk Menekan Tingkat Perkawinan Dini, Akses Pendidikan Indonesia Harus Merata
    Share
    Notification Show More
    Latest News
    Bangkitkan Kesadaran: Kampanye Menentang PMKH dan Menghormati Martabat Hakim
    3 hari ago
    TRAC (Transparency in Corporate Reporting) BUMD: Sebuah Instrumen Perilaku Antikorupsi
    5 hari ago
    Menelisik Urgensi Staf Keamanan (Satpam) Bersertifikat di Pengadilan Negeri
    2 minggu ago
    Reka Baru Pengadilan: 3 Hal Penting Untuk Proteksi Hakim
    2 minggu ago
    Apakah Bisa Melaporkan Hakim yang Membuat Pernyataan Seksisme dalam Persidangan?
    2 minggu ago
    Aa
    Kawan Hukum Indonesia
    Aa
    • Highlight
    • Outlook
    • Knowledge
    • Legal Consulting
    Search
    • Teori & Filsafat Hukum
      • Pengantar Ilmu Hukum
      • Pengantar Hukum Indonesia
    • Hukum Internasional
      • Hukum Humaniter
      • Hukum Hak Asasi Manusia
      • Hukum Perdata Internasional
      • Hukum Pidana Internasional
    • Hukum Konstitusi
      • Hukum Administrasi
      • Hukum Sumber Daya Alam
      • Hukum Lingkungan
      • Hukum Agraria
      • Hukum Ketenagakerjaan
      • Hukum Pemerintahan Daerah
      • Perancangan Peraturan Perundang-undangan
      • Hukum Pemilihan Umum
      • Hukum Pajak
      • Hukum Kewarganegaraan
      • Hukum Teknologi
      • Hukum Kesehatan
    • Hukum Perdata
      • Hukum Ekonomi & Bisnis
      • Hukum Investasi
      • Hukum Hak Kekayaan Intelektual
      • Hukum Perlindungan Konsumen
      • Hukum Kepailitan
      • Hukum Islam
      • Hukum Adat
      • Hukum Perkawinan
      • Hukum Keluarga
    • Hukum Pidana
      • Hukum Anak & Perempuan
    • Hukum Acara
      • Sistem Peradilan Indonesia
      • Hukum Acara MK
      • Hukum Acara Pidana
      • Bantuan Hukum
      • Etika Profesi Hukum
    Have an existing account? Sign In
    Follow US
    • Advertise
    © Kawan Hukum Indonesia 2019-2022. All Rights Reserved.
    Kawan Hukum Indonesia > Outlook > Untuk Menekan Tingkat Perkawinan Dini, Akses Pendidikan Indonesia Harus Merata
    Outlook

    Untuk Menekan Tingkat Perkawinan Dini, Akses Pendidikan Indonesia Harus Merata

    Posted kiki saraswati 4 tahun ago
    Updated 2020/09/22 at 11:26 PM
    Share
    7 Min Read
    SHARE

    Perkawinan dini di Indonesia masih relatif tinggi. Tingginya jumlah perkawinan dini ini dapat dapat disebabkan oleh alasan ekonomi, adat istiadat, dan pendidikan yang tidak merata di Indonesia. Pernikanhan dini sendiri bukan lagi menjadi permasalahan yang hanya terjadi di desa, namun tingginya tingkat pernikahan dini juga terjadi di kota. Hal inilah yang menjadi permasalahan di Indonesia yang tidak disadari oleh masyarakat sehingga dalam hal ini perlu adayana solusi untuk menekan tingkat pernikahan dini di Indonesia.

    Salah satu indikator maraknya pernikahan dini di Indonesia ialah karena ada sebuah aturan yang memperbolehkan menikah di usia dini. Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan diatur bahwa perempuan diperbolehkan menikah saat usianya sudah menginjak 16 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 19 tahun. Dalam takaran usia boleh menikah, terjadi diskriminasi antara laki-laki dan perempuan karena terdapat perbedaan umur antara laki-laki dan perempuan.

    Tolok ukur usia boleh menikah yang terdapat pada UU Perkawinan menjadi titik permasalahan yang perlu adanya tindak lanjut secepatnya oleh badan yang berwenang. Perlu digaris bawahi mengenai usia boleh menikah dengan usia dewasa adalah dua hal yang berbeda. Namun, masyarakat Indonesia sendiri masih tidak mengetahui hal tersebut. Sehinga, para anak yang sudah berusia 16 tahun (perempuan) atau 19 tahun (laki-laki) diperbolehkan menikah oleh para walinya.

    Bahkan jika tidak diperbolehkan menikah dikarenakan usianya masih di bawah usia yang tertera dalam UU Perkawinan, seseorang tetap diperbolehkan menikah asalkan ada dispensasi pernikahan yang diajukan ke pengadilan agama atas izin orang tua atau wali. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Sehingga, hal tersebut perlu dipertannyakan mengenai seorang anak yang boleh menikah dan dengan adanya hal tersebut maka terjadi dualisme hukum antara Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Perlindugan Anak.

    Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017 mengabulkan uji materi Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang mengenai batas usia perkawinan yang menyebabkan diskriminasi gender dapat menimbulkan dampak bagi perempuan karena ditakutkan tidak tercapainya hak-hak untuk perempuan. Namun putusan tersebut sampai saat ini belum ada realisasi dan bahkan putusan tersebut masih dipertimbangkan dan diberikan jangka waktu 3 tahun. Untuk aturan mengenai usia boleh menikah masih tetap berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 ayat 1. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekosongan hukum karena belum adanya kepastian hukum.

    Adanya pernikahan dini terutama bagi perempuan menimbulkan beberapa permasalahan terutama permasalahan kesehatan. Meningkatnya angka pernikahan dini ditakutkan berakibat pada kematian ibu dan anak, karena pada usia dini organ-organ dalam tubuh masih mengalami perkembangan. Disamping itu, peningkatan angka pernikahan usia dini ditakutkan akan berimbas pada peningkatan penduduk yang tinggi, sehingga kepadatan penduduk pun dapat terjadi.

    Dari kepadatan penduduk yang terjadi, masalah atau efek samping akan muncul, seperti: permasalahan ekonomi, tingginya angka kriminal,  maraknya pembangunan, bencana alam, dan hal lain yang bisa menjadi potensi dampak kepadatan penduduk. Bukan hanya permasalahan kesehatan dan permasalahan tingkat penduduk saja, namun pernikahan dini juga menghambat adanya generasi muda yang berkompeten akibat terbengkalainya masalah pendidikan pada  anak.

    “Sebagai istri kamu cukup bisa memasak, berhias/ berdandan, dan melahirkan”, masih sering kita dengar perspektif tersebut di kalangan masyarakat utamanya di desa. Pandangan tersebut memunculkan sentimen, “Pendidikan tinggi tidak perlu. Selagi bisa masak, berhias, dan melahirkan seorang perempuan pasti bisa mengelola rumah tangganya.” Menjadi tantangan kita bersama untuk mengolah perspektif masyarakat desa bahwa pendidikan tidak boleh dikesampingkan. Pendidikan diharapkan dapat menjadi solusi untuk menekan tingkat pernikahan dini. Pendidikan yang layak merupakan salah satu sarana untuk menunda adanya perkawinan. Dengan adanya pendidikan wajib belajar dan pendidikan yang layak, generasi yang tumbuh akan mempunyai karakter yang kompeten.

    12Next Page

    You Might Also Like

    TRAC (Transparency in Corporate Reporting) BUMD: Sebuah Instrumen Perilaku Antikorupsi

    Menelisik Urgensi Staf Keamanan (Satpam) Bersertifikat di Pengadilan Negeri

    Rahasia Mengerikan Phising, Ancaman Tersembunyi di Dunia Maya

    Terhadap Ancaman Kecerdasan Buatan (AI): Membangun Payung Hukum untuk Mencegah Penyalahgunaan Teknologi

    Revitalisasi Manajemen Perkara Peradilan: Sebuah “Kejutan” Disrupsi Teknologi

    TAGGED: Hukum Hak Asasi Manusia
    kiki saraswati Mei 29, 2019
    Bagaimana perasaanmu?
    Love0
    Joy0
    Sad0
    Cry0
    Posted by kiki saraswati
    Follow:
    seseorang yang kuat karena Tuhannya
    Previous Article Pencegahan Potensi Penyebaran Hoaks Mengganggu Bisnis Online di Media Sosial?
    Next Article Apakah People Power adalah Sebuah Hak?
    Leave a comment

    Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.

    TULISAN TERBARU

    Bangkitkan Kesadaran: Kampanye Menentang PMKH dan Menghormati Martabat Hakim
    Knowledge
    TRAC (Transparency in Corporate Reporting) BUMD: Sebuah Instrumen Perilaku Antikorupsi
    Outlook
    Menelisik Urgensi Staf Keamanan (Satpam) Bersertifikat di Pengadilan Negeri
    Outlook
    Reka Baru Pengadilan: 3 Hal Penting Untuk Proteksi Hakim
    Find Fact
    Apakah Bisa Melaporkan Hakim yang Membuat Pernyataan Seksisme dalam Persidangan?
    Knowledge
    Rahasia Mengerikan Phising, Ancaman Tersembunyi di Dunia Maya
    Outlook
    Aspek Hukum Ketenagakerjaan yang Perlu Diperhatikan Human Resource Perusahaan
    Knowledge
    Terhadap Ancaman Kecerdasan Buatan (AI): Membangun Payung Hukum untuk Mencegah Penyalahgunaan Teknologi
    Outlook
    Revitalisasi Manajemen Perkara Peradilan: Sebuah “Kejutan” Disrupsi Teknologi
    Outlook
    Konflik Rwanda dan Kendala Penegakan Hukumnya
    Knowledge
    Pengaturan Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam UU Cipta Kerja
    Knowledge
    Ilusi Efek Penggentar Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo
    Outlook
    Apakah Resign dari Perusahaan Bisa Dikenakan Denda?
    Consulting
    Problematika Dupe Perfume dalam Perspektif Hukum Merek
    Knowledge
    Perempuan dan Hukum: Sudah Diistimewakan, Masih Menuntut Kesetaraan?
    Outlook

    Baca artikel lainnya

    Outlook

    TRAC (Transparency in Corporate Reporting) BUMD: Sebuah Instrumen Perilaku Antikorupsi

    5 hari ago
    Outlook

    Menelisik Urgensi Staf Keamanan (Satpam) Bersertifikat di Pengadilan Negeri

    2 minggu ago
    Outlook

    Rahasia Mengerikan Phising, Ancaman Tersembunyi di Dunia Maya

    3 minggu ago
    Outlook

    Terhadap Ancaman Kecerdasan Buatan (AI): Membangun Payung Hukum untuk Mencegah Penyalahgunaan Teknologi

    1 bulan ago
    Outlook

    Revitalisasi Manajemen Perkara Peradilan: Sebuah “Kejutan” Disrupsi Teknologi

    1 bulan ago
    Outlook

    Ilusi Efek Penggentar Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo

    2 bulan ago
    Follow US

    © Kawan Hukum Indonesia 2019-2023. All Rights Reserved.

    Removed from reading list

    Undo
    Welcome Back!

    Masuk ke akun anda

    Register Lost your password?