- Electronic Visa on Arrival sebagai respon perkembangan digital di Indonesia
- Masih terdapat permasalahan yang muncul, khususnya praktik yang mengarah pada cybercrime
Penetapan sistem layanan visa digital e-VoA merupakan aktualisasi dari komitmen Direktorat Jenderal Imigrasi dalam upaya mewujudkan kemudahan administrasi dalam imigrasi, pemulihan pariwisata Indonesia, peningkatan kunjungan bisnis dan investasi, demi pemulihan ekonomi Indonesia. Setelah membayar biaya permohonan sebesar Rp500.000,00, warga negara asing yang mendapat persetujuan dapat menggunakan e-VoA dalam jangka waktu paling lama 90 hari. Mereka akan diizinkan tinggal di Indonesia selama 30 hari dan dapat diperpanjang 30 hari lagi di kantor imigrasi.
Warga negara asing pertama yang mengunjungi Indonesia dengan menggunakan layanan e-VoA berasal dari Hongkong, China dan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada tanggal 4 November 2022 saat masa uji coba e-VoA. Dalam masa uji coba ini, orang asing pemegang e-VoA hanya diizinkan masuk ke Indonesia melalui dua pintu kedatangan, yaitu di Bandara Internasional Soekarno Hatta Tangerang dan Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali.
Menjelang peresmian e-VoA, Direktorat Jenderal Imigrasi melalui Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian terus melakukan penyempurnaan agar layanan e-VoA tidak mengalami permasalahan dan menjadi solusi atas antrean panjang di konter VoA bandara, dimana pengakses e-VoA tidak perlu lagi menukar mata uang asing ke rupiah untuk melakukan pembayaran karena proses pembayarannya dapat dilakukan secara online melalui proses payment gateway. Peresmian pelayan visa dengan sistem e-VoA di Indonesia disambut antusias oleh para warga negara asing dimana hingga tanggal 12 November 2022 tercatat 5.141 warga negara asing yang telah memperoleh persetujuan e-VoA (Junianto Budi Setyawan, https://www.imigrasi.go.id/id/2022/11/14/belum-sepekan-diluncurkan-5-141-wna-memperoleh-persetujuan-e-voa/, diakses pada 11 Februari 2023).
Melalui pelayanan digital e-VoA, warga negara asing dapat mengajukan permohonan e-VoA melalui situs “Molina” dan melakukan pembayaran online melalui mekanisme payment gateway dengan menggunakan kartu debit atau kartu kredit dalam jaringan Visa, MasterCard, atau JCB. Pada akhir Januari 2023, situs “Molina” telah diperbarui sehingga tersedia pelayanan untuk mengajukan Visa Kunjungan untuk Wisata dan Pra-Investasi serta pelayanan untuk dapat memperpanjang keberlakuan e-VoA secara online.
Implementasi Pengajuan e-VoA dan Praktik Cybercrime
Implementasi sistem pelayanan visa melalui e-VoA di Indonesia juga memiliki tantangan tersendiri. Misalnya, terdapat kendala proses pembayaran online yang ditolak bank. Juga terdapat kendala proses pendaftaran karena kesalahan format pengajuan dokumen oleh pemohon e-VoA serta kemunculan situs-situs palsu pendaftaran e-VoA yang dapat membahayakan data pribadi warga negara asing.
Pada awal Desember 2022, Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan Siaran Pers yang menegaskan situs resmi e-VoA, yaitu https://molina.imigrasi.go.id/ dan memberi peringatan bagi para warga negara asing untuk berhati-hati terhadap situs-situs palsu e-VoA yang dapat muncul di pencarian teratas seperti situs palsu https://www.indonesia-evoa.com, yang merupakan ranah kejahatan siber (cyber crime), yaitu phishing. Phishing merupakan serangan siber yang memancing orang untuk memberikan data penting miliknya (Erizka Permatasari, https://www.hukumonline.com/klinik/a/jerat-hukum-pelaku-iphishing-i-dan-modusnya-cl5050, diakses pada 15 Februari 2023).
Data penting ini dapat berupa data pribadi, data finansial, username dan password akun tertentu, hingga informasi bisnis atau rahasia perusahaan. Phising dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui email, SMS, situs online, aplikasi percakapan, sosial media, dan telepon. Untuk mengelabui korban, pelaku phising sering berpura-pura sebagai anggota keluarga, rekan kerja, perusahaan, lembaga pemerintah, dan lain-lain. Dalam hal ini, bentuk phising yang dilakukan terhadap sistem layanan e-VoA ini berupa web forgery, yaitu situs yang sengaja dirancang menyerupai situs asli untuk menipu pengunjungnya.
Tindak kejahatan siber pemalsuan situs salah satu perbuatan yang dilarang di dalam undang-undang, sebagaimana telah diatur pada Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi: