Keadaan ini harus benar-benar disikapi secara kritis. Dalam dunia hukum, tidak hanya dibutuhkan ketepatam rasional dan matematis tetapi masih ada unsur hati nurani yang tidak dimiliki oleh robot. Oleh karena itu, AI dalam sistem peradilan kelak juga juga perlu memperhatikan sifat hakim yang tecermin dalam lambang hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma Hakim.”
Sifat tersebut antara lain kartika, cakra, candra, sari dan tirta. Kartika berarti hakim perlu memiliki sifat percaya dan takwa kepada thuan, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Cakra mensyaratkan hakim mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan. Candra adalah sifat bijaksana dan berwibawa. Sari adalah sifat berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela, sedangkan tirta adalah sifat jujur.
Kelima sifat tersebut mungkin masih tidak dimiliki oleh AI. Relevansi AI akan menggantikan hakim terus menghasilkan perdebatan. Pantaskah hak asasi manusia seorang manusia di depan hukum diadili oleh sebuah robot yang tidak memiliki perasaan?
Selain hakim, kehidupan seorang advokat juga bakal erancam. Dilansir dari bbc.com pada November 2017, terdapat kontes yang melibatkan 100 lebih advokat di London melawan platform AI yang bernama Case Cruncher Alpha. Baik manusia dan AI diberikan fakta dasar berupa ratusan kasus penjualan dari PPI (pembayaran asuransi perlindungan di Inggris) dan diminta untuk memprediksi apakah Ombudsman akan mengijinkan klaim asuransi tersebut. Secara keseluruhan, mereka mengajukan 775 prediksi. AI menang telak, dengan Case Cruncher mendapatkan tingkat akurasi 86,6%, dibandingkan dengan 66,3% untuk advokat.
Dalam keunggulan itu tentunya akan membawa dampak buruk bagi kehidupan advokat dan bertentangan apabila robot menggantikan advokat dalam suatu persidangan. Pertentangan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 2 kode etik advokat di Indonesia yang menyebutkan Advokat Indonesia harus bertakwa kepada Tuhan, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia. Keadaan dan sifat tersebut tidak terdapat dalam sebuah kecerasan buatan karena hakikat AI adalah robot.