Pemerintah sebenarnya sudah berusaha untuk mengupayakan penegakan HAM di Indonesia, salah satunya dengan membentuk UU Pengadilan HAM dimana hal ini menjadi sebuah cahaya dan harapan bagi masyarakat dalam menegakan HAM di Indonesia. Namun, lagi-lagi harapan itu belum bisa diwujudkan karena hal itu belum terlaksana dengan maksimal sampai sekarang. Banyak sekali kritikan keras yang tertuju pada sistem penyelesaian masalah HAM di Indonesia, khususnya pada UU Pengadilan HAM yang dianggap memiliki kelemahan, diantaranya yaitu (1) penempatan pengadilan HAM di dalam peradilan umum dimana posisi politik pengadilan HAM dipengaruhi Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM oleh sebab itu secara teoritis berpengaruh pada independensi pengadilan HAM (2) ada pasal yang multitafsir dan cenderung bisa disalah artikan sehingga memungkinkan pelaku untuk bebas, contohnya dalam Pasal 25 Ayat 1 yang menyatakan setiap korban pelanggaran HAM dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
Dalam konteks pemerintahan sendiri, banyak sekali permasalahan yang menyangkut diskriminasi dalam penyelenggaraan pemerintah dan hukum dimana hal ini masih menjadi masalah yang serius. Karena proses penegakan hukum dan penyelenggaraan dalam pemerintahan masih kental dengan praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Jadi, bagi kalangan masyarakat kebawah yang tidak memiliki uang dan tidak mempunyai kenalan maka pelayanan yang diterima dalam penegakan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan jauh dari harapan. Padahal jika ditinjau lebih lanjut perilaku tersebut bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dimana dinyatakan bahwa setiap orang berhak dan bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut. Maka, berdasarkan hal tersebut negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dari perilaku diskiminasi tersebut.