Kehidupan sosial masyarakat sangat dinamis, sehingga warga masyarakat sangat sulit untuk menghindar diri dari terpaan perubahan sosial. Sendi-sendi kehidupan sosial bergerak dengan cukup cepat, mengikuti roda perubahan yang terus berputar. Meskipun demikian, ada salah satu sendi kehidupan sosial relatif lambat pergerakannya, yaitu hukum. Menjalani kehidupan di negara hukum tidaklah menjamin masyarakat itu akan dilindungi sesuai harapan dari makna kata hukum tersebut. Harapan yang termaktub dalam pasal 1 ayat ( 3) Undang- Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang memiliki pengertian bahwa segala tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara didasarkan atas hukum itu sendiri.
Sebelum beranjak jauh terhadap problematika hukum itu sendiri, mari kita uraikan sedikit perihal apa itu hukum tersebut. Mengutip salah satu pendapat para ahli yakni Soerjono Soekanto (1994: 9) memberikan kita sebuah pengertian bahwa hukum adalah gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Jika kita mendalami arti hukum tersebut tampaklah jelas bahwa hukum mengatur masyarakat itu sendiri di dalam lingkup kehidupannya. Yang menjadi pertanyaan, apakah hukum tersebut sudah sesuai dengan apa yang kita harapkan? Atau justru hukum tersebut menikam dari masyarakat itu sendiri.?
Untuk dapat menjawab hal tersebut mari kita flashback mengingat salah satu problema hukum di negara ini. Mencuri 3 Buah Kakao, Nenek Minah Dihukum 1 Bulan 15 Hari. Ya, kira-kira begitulah bunyi salah satu artikel yang dapat kita telaah lebih jauh lagi sebagai salah satu jembatan untuk menjawab pertanyaan di atas. Menurut perspektif sosiologi yakni paham strukturalisme kasus nenek Minah dapat kita lakukan sebuah analisis. Dalam bidang penegakan hukum seringkali perangkat hukum positif, seperti undang-undang, sudah maju dan modern. Tetapi ketika perangkat hukum ini ditegakkan ternyata tidak menghasilkan suatu output yang bagus, dimana keadilan tidak tercapai, kepastian hukum maupun ketertiban juga jauh dari harapan.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti rendahnya kualitas (intelektual dan moral) para penegak hukum, tetapi juga karena struktur dasar hukum yang belum bagus, sehingga penegakan hukum tetap tidak berjalan dengan baik. Dengan kata lain, meskipun hukum positif telah diotak atik namun tidak sampai menyentuh kesadaran hukum masyarakat yang ada dalam struktur dasar masyarakat, tidak akan membuahkan hasil yang bagus.