Persayaratan Domisili
Di dalam Pasal 4 ayat (3) Perma 2/2015 secara experis verbis disebutkan bahwa Penggugat dan Tergugat dalam Gugatan Sederhana berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama. Artinya, jika terdapat ketidaksamaan domisili hukum, maka para pihak tidak dapat menggunakan mekanisme Gugatan Sederhana ini. Namun, karena dirasa persyaratan domisili ini sangat melimitasi terkait penggunaan Gugatan Sederhana, maka di dalam Perma 4/2019, di dalam Pasal 3a telah memiliki pengaturan. Bahwa meski penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal tergugat, maka penggugat dapat mengajukan kuasa yang berada di wilayah hukum yang sama dengan tergugat.
Hal ini dalam rangka agar mekanisme Gugatan Sederhana tidak terjanggal hanya karena persyaratan domisili. Sehingga, bisa dikatakan bahwa aturan terkait dengan syarat domisili yang baru di dalam Perma 4/2019 adalah merupakan hukum yang responsif. Dengan kebutuhan masyrakat yang ingin menggunakan mekanisme Gugatan Sederhana, tapi terjanggal syarat domisili.
Selain, 3 (tiga) hal tersebut, terdapat hal-hal lain yang diatur di dalam Perma 4/2019. Seperti dikenalnya putusan verstek (putusan tanpa dihadiri tergugat). Verzet (perlawanan atas putusan verstek). Mengenal sita jaminan; dan eksekusi. Hal-hal ini menunjukan, bahwa hukum aturan-aturan yang ada di dalam Perma 4/2019 ini adalah hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyrakat dalam menggunakan mekanisme Gugatan Sederhana.
Adanya Perma ini, juga merupakan upaya pembangunan hukum yang koheren dengan pendapat Mochtar Kusumaadmaja. Dimana hukum harus dipandang sebagai suatu kerangka yang terus mengalami perubahan. Hukum bukanlah dogmatika yang bersifat final. Hukum akan terus berkembang secara simultan, sesuai dengan perkembangan zamannya.
Hukum itu harus Responsif, bukan Reaktif