Sudah 4 (empat) tahun sejak Perma 2/2015 tersebut berlaku, dimana nilai-nilai suatu objek sudah semakin meningkat. Dengan tidak adanya penyesuaian terhadap nilai objek gugatan tersebut, akan membuat nilai objek gugatan tersebut menjadi begitu rendah dan tidak relevan lagi. Hal ini akan menghilangkan esensi dari “nilai objek gugatan” yang sejatinya bertujuan agar jangan sampai nilai objek gugatan dalam gugatan sederhana menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sehingga, perubahan nilai objek gugatan dari Rp.200.000.000,00 menjadi Rp.500.000.000,00 merupakan suatu bentuk aturan yang responsif terhadap perkembangan nilai-nilai suatu objek.
Administrasi Perkara Secara Elektronik (E-Court)
Di dalam Pasal 6A Perma 4/2019 dijelaskan bahwa penggugat dan tergugat dapat menggunakan administrasi perkara di pengadilan secara elektronik (e-court). Administrasi perkara di pengadilan secara elektronik (e-court) sejatinya hadir untuk semakin mempermudah mekanisme gugatan di pengadilan dengan mengintegrasikan dengan teknologi. Namun hal tersebut ternyata tidak dikenal di dalam Perma 2/2015.
Padahal esensi dari adanya Gugatan Sederhana adalah untuk menciptakan mekanisme gugatan yang efisien. Sehingga harusnya Gugatan Sederhana mengoptimalkan segala mekanisme yang ada dalam rangka menciptakan Gugatan Sederhana yang benar-benar efisien. Dalam rangka rangka menciptakan Gugatan Sederhana yang benar-benar efisien tersebutlah, maka Perma 4/2019 memberikan ruangi pagi penggugat dan tergugat untuk menggunakan administrasi perkara di pengadilan secara elektronik (e-court).
Hal ini pun dalam rangka mengintegrasikan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkada dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Sehingga, bisa dikatakan bahwa pengaturan terkait administrasi perkara di pengadilan secara elektronik (e-court) adalah suatu bentuk pengaturan hukum yang responsif terkait dengan perkemabangan teknologi di masyrakat.