UU tersebut menjelaskan bahwa hak konsumen di antaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan sebagainya.
Kata ‘kenyamanan’ dan ‘keamanan’ yang terdapat dalam UU Perlindungan Konsumen menjadi kata kunci dalam permasalahan kali ini. Kenyamanan yang dijanjikan seolah olah hanya sebuah rangkaian kata yang indah. Pelaksanaannya sama sekali tidak mudah diwujudkan. SMS selalu datang setiap hari, penipuan juga menyelinap masuk. Bahkan, apabila kita jalan jalan ke stasiun kereta api, bandara dan sebagainya tidak jarang kita mendaptkan SMS lebih dari 4 kali untuk menawarkan produk mereka. Selain itu, kata ‘keamanan’ tampak menawan hati pengguna jasa operator seluler, meski hanya menjadi buaian kata.
Tidak hanya itu, beberapa peraturan juga dilanggar, seperti UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, maupun peraturan-peraturan lainnya. Pelanggaran tersebut yaitu mengenai SMS Spam yang merugikan konsumen. SMS Spam yang dikirimkan ke pelanggan tanpa izin dan tidak mengantongi izin dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ini melanggar Permenkominfo No 01/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat.
Dasar Gugatan yang Diajukan Konsumen
Hanum R Helmi menuliskan topik ini dalam jurnalnya yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Operator Seluler Atas Adanya Short Message Service (SMS) Spam. Hanum menjelaskan bahwa terdapat dua dasar gugatan yang dapat diajukan konsumen yakni Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) dan UU Perlindungan Konsumen. PMH yang dilakukan oleh pihak operator dibuktikan dengan adanya keluh kesah konsumen yang timbul oleh adanya SMS Spam. Pihak operator dengan sengaja mengirimkan SMS broadcast berupa penawaran yang bersifat komersiil. SMS yang pengirimannya tidak dikehendaki oleh konsumen tersebut telah mengganggu kenyamanan konsumen.
Lalu, kedua ialah atas dasar UU Perlindungan Konsumen. Pihak operator dengan sengaja mengirimkan SMS broadcast berupa penawaran yang bersifat komersil yang pengirimannya tidak dikehendaki oleh konsumen tersebut telah mengganggu kenyamanan konsumen. Dalam hal ini pihak operator telah melakukan pelanggaran terhadap hak konsumen, yaitu hak atas kenyamanan.
Menggagas Revisi UU Perlindungan Konsumen
Tampaknya, UU Perlindungan Konsumen UU No.8 Tahun 1999 menjadi tombak utama dari permasalahan kali ini. Dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur secara khusus mengenai SMS Broadcast yang dilakukan oleh jasa operator layanan. Ambiguitas UU Perlindungan Konsumen tampaknya harus benar-benar di revisi, terlebih sudah sekitar 20 tahun sudah tidak direvisi dan sudah mulai tidak sesuai dengan perkembangan zaman.