Dalam lingkup publik, sudah seharusnya perempuan diikutsertakan dalam berbagai kegiatan untuk membuktikan hak-hak setiap individu tanpa memandang gender telah terimplementasikan dengan baik. Faktanya, hingga saat ini peran dan posisi perempuan dalam partai politik masih mengalami diskriminasi secara masif oleh lingkungan sekitarnya. Peran perempuan dalam mengambil sebuah kebijakan masih sangat sedikit dan mayoritas perempuan di Indonesia masih buta wacana politik.
Di era globalisasi saat ini, perempuan mampu disandingkan dengan laki-laki, terutama dalam politik. Beberapa perempuan yang bisa membuktikan menjadi pemimpin atau legislator antara lain Tri Rismaharini, Meutya Viada Hafid, Christina Aryani, Dyah Roro Esti, dan Putri Anetta Komarudin.
Westminster Foundation for Democracy (WFD) dan Global Institute for Women’s Leadership King’s College London mengadakan penelitian terkait dengan kepemimpinan perempuan dan partisipasinya di lembaga legislatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa legislator perempuan banyak melakukan pekerjaan konstituen dan berkorelasi positif dengan rendahnya tingkat korupsi di beberapa negara. Mereka juga mampu memprioritaskan kebijakan-kebijakan perempuan, isu-isu perlindungan sosial, serta meloloskan dan mengusulkan kebijakan yang ramah terhadap perempuan.
Oleh karena itu, guna tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum perempuan, sudah sepatutnya peran perempuan dalam lembaga legislatif semakin dimasifkan/ditingkatkan. Selain itu, pendidikan dalam berpolitik juga perlu dilakukan ke seluruh masyarakat luas agar warga negara, khususnya perempuan, dapat lebih paham hak dan kewajibannya, serta memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender.