Hal yang teramat penting dan berdampak signifikan bagi penerimaan pajak negara ialah kepatuhan wajib pajak. Pelaksanaan kewajiban perpajakan merupakan salah satu kunci dalam mendorong peningkatan penerimaan negara.
Sebagai bentuk warga negara yang baik, wajib untuk patuh dan membayar pajak sesuai ketentuan. Harta kekayaan dalam hubungan suami istri diatur pada Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang disebut sebagai harta bersama.
Berkaitan dengan pemisahan harta dan kekayaan dalam perkawinan, pasangan suami dan istri yang ingin menghindari percampuran harta, dapat melakukan perjanjian pranikah. Perjanjian ini diatur dalam Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dasar dari pemisahan harta kekayaan suami istri ini dapat bermacam-macam. Penghasilan neto suami istri yang dikenakan pajak secara terpisah dalam hal dikehendaki secara tertulis berdasarkan:
- Perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH), atau
- Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajibannya sendiri (MT), dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami istri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi termasuk wanita kawin (istri) yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas PTKP atau wanita kawin yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, dikenakan pajak secara terpisah dapat didasarkan karena:
- Hidup terpisah berdasarkan putusan hakim;
- Menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau
- Memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya terpisah dari suami meski tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
Oleh karena itu, bagi suami istri yang terpisah harta dan kekayaannya, si istri atau wanita kawin ini wajib untuk mendaftarkan diri dan akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak sendiri. Mengenai istri atau wanita kawin yang pisah harta atau menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri dapat dipahami melalui tabel perbedaan berikut ini:
Uraian | Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakan Bergabung dengan Suami | Berkehendak Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakan Secara Terpisah dengan Suami |
Pelaksanaan hak dan kewajiban | Menggunakan NPWP suami | Menggunakan NPWP sendiri |
NPWP telah ada | Wajib mengajukan permohonan penghapusan NPWP | Wajib menyampaikan Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah |
Penghasilan yang diterima atau diperoleh | Dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali pengasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh pada ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya | Dianggap sebagai penghasilan atau kerugian sendiri |
Penghasilan wanita kawin yang semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja | Apabila telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya, maka PPh pasal 21 yang telah dipotong bersifat final. | PPh Pasal 21 yang telah dipotong bersifat final |
Pemotong atau pemungutan PPh | Wajib menunjukkan NPWP suami atau kepala keluarga kepada pemotong atau pemungut PPh | Wajib menunjukkan NPWP-nya sendiri kepada pemotong atau pemungut PPh |
Perhitungan pajak penghasilan | Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh | Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) UU PPh |
Kewajiban penyampaian SPT tahunan | Ada pada pihak suami | Dilakukan sendiri oleh wanita kawin |
Hak dan kewajiban lainnya | Ada pada pihak suami | Dilakukan sendiri oleh wanita kawin |
Berdasarkan penjelasan di atas, pemisahan harta kekayaan suami istri yang menghindari adanya percampuran harta dalam perkawinan dapat dilaksanakan dan sah berdasarkan hukum. Upaya pemisahan harta suami istri dapat dilakukan melalui perjanjian perkawinan secara tertulis yang diatur melalui Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.