Bagi banyak laki-laki, menghisap rokok dan menghembuskan asapnya adalah bukti kelaki-lakian yang sesungguhnya. Pada umumnya, asap rokok lazim terlihat di restoran, kafe, dan pasar, bahkan sarana transportasi publik seperti stasiun, terminal bus, hingga bandara. Selain itu, tak jarang ketika ada anggota keluarga kita sedang merokok di rumah, mereka tidak menyadari bahwa asapnya dihirup oleh anggota keluarga yang lain. Sehingga anggota keluarga lain, termasuk kita sebagai perokok pasif merasa resah ketika kita menghirup asap rokok di rumah.
Pada kenyataannya, rokok berdampak buruk pada kesehatan, tidak hanya bagi perokok aktif tetap juga perokok pasif. WHO memperkirakan terdapat lebih dari 7 juta kematian setiap tahunnya. Terdapat sekitar 800 ribu perokok pasif meninggal dunia, sedangkan 6.2 juta kematian dialami oleh perokok aktif. Besarnya angka kematian perokok pasif yang mencapai 800 ribu ini menunjukkan bahwa asap rokok menjadi sangat berbahaya apabila dihirup oleh khalayak umum. Oleh sebab itu, menghirup asap rokok merupakan perampasan hak bagi perokok pasif untuk mendapat udara yang bersih dan sehat. Tentu sebuah hal yang wajar apabila perokok pasif merasa resah ketika perokok pasif menghirup asap rokok di tempat umum.
Sanksi Merokok di Tempat Umum
Pemerintah pusat sebenarnya telah mencantumkan sanksi pidana bagi perokok di tempat umum dalam Pasal 199 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa barangsiapa yang merokok di tempat umum, akan dikenai sanksi pidana penjara 6 bulan serta denda sebesar Rp 50 juta. Dengan adanya undang-undang tersebut, tempat umum diharuskan memiliki smoking room agar asap rokok yang ada di ruangan tersebut tidak dihirup oleh perokok pasif. Selain itu, adanya smoking room dapat berguna bagi perokok aktif untuk merokok di tempat umum tanpa merampas hak perokok aktif karena bagaimanapun rokok merupakan produk tembakau yang diakui oleh pemerintah.
Namun, sanksi tersebut dianggap belum mampu memberikan efek jera bagi perokok aktif dan penanggung jawab tempat umum. Hal tersebut dapat dibuktikan dari banyaknya perokok yang mengabaikan peraturan tersebut namun tidak ada tindakan lebih lanjut dari penanggung jawab tempat umum, serta sedikitnya tempat umum yang menjadi kawasan larangan merokok. Tidak adanya ketentuan mengenai sanksi administrasi dalam undang-undang kesehatan dapat menjadi bukti bahwa pemerintah tidak dapat menjerat penanggung jawab tempat umum.
Penulis berpendapat tempat umum seperti restoran, cafe, pasar modern, serta pasar tradisional dapat menjadi kawasan larangan merokok. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perokok aktif serta asap rokok yang ditimbulkan di tempat tersebut. Sehingga yang merokok di tempat tersebut dapat diberi sanksi pidana sesuai Pasal 199 UU Kesehatan. Jika penanggung jawab tempat tersebut tidak memberi tindakan lebih lanjut terhadap perokok aktif di tempat usahanya, maka pemerintah berhak memberi sanksi administrasi terhadap tempat tersebut.
Juga, Sanksi Administratif
Pada sisi lain, di Provinsi DKI Jakarta terdapat sanksi administrasi bagi penanggung jawab tempat umum dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara. Sanksi tersebut berupa pencabutan izin beroperasi tempat tersebut serta peringatan tertulis. Selanjutnya, ada pula sanksi administrasi lain seperti penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.