Proses peradilan yang netral, mandiri, kompeten, profesional, dan transparan merupakan hal yang wajib dilakukan sekaligus menjadi syarat penting dalam ruang kehidupan suatu negara hukum. Adapun pilar utama yang harus sesuai agar memenuhi syarat tersebut adalah bagaimana cara hakim bekerja memutus perkara dalam suatu proses pengadilan. Seorang hakim harus selalu memelihara integritas, profesionalitas, kepekaan nurani, dan kecerdasan moral dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat luas.
Dalam pelaksanaannya, hakim yang bertanggung jawab tinggi dalam menyelesaikan perkara juga mendapatkan pengawasan baik internal maupun eksternal oleh Mahkamah Agung (melalui Majelis Kehormatan Hakim) dan Komisi Yudisial. Kedua institusi negara ini dibentuk bertujuan untuk senantiasa memastikan bahwa seorang hakim menjunjung tinggi kejujuran, integritas, serta tanggung jawab baik dalam proses menangani perkara maupun di kehidupan sehari-hari. Apabila hakim terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi hakim, sanksi tegas akan diberikan tergantung berat tidaknya pelanggaran yang dilakukan.
Permasalahan
Seperti yang terjadi pada bulan Januari 2019, dimana terdapat laporan mengenai pelanggaran kode etik seorang hakim berinisial SS yang bertugas di salah satu Pengadilan Negeri di Sumatera Utara. Ia dilaporkan oleh istrinya dikarenakan telah menikah siri dengan perempuan lain hingga memiliki seorang anak dari hasil pernikahan siri tersebut. Hal tersebut dinilai sebagai pelanggaran berat dan hakim SS sebagai Terlapor dihadirkan dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim.
Baca selengkapnya
Kamu perlu masuk dulu untuk dapat membaca artikel secara lengkap dan tanpa batas. Silakan masuk atau mendaftar sebagai pengguna.