Korupsi merupakan kejahatan terselubung, setiap orang bisa melakukan korupsi. Bahkan sampai melakukan perilaku yang mengarah kepada perilaku koruptif. Apalagi korupsi sangat rentan kepada pejabat publik yang mempunyai kewenangan dalam mengelola uang negara, baik dari APBN ataupun APBD. Korupsi bisa juga terjadi pada lingkup desa dimasa Covid-19. Dimana Kepala Desa (Kades) memainkan dana desa. Lantas bagaimana korupsi dana desa bisa terjadi?
Korupsi dan dana desa tidak bisa terlepas, bahkan bisa dibilang telah menjamur. Padahal dana itu dipakai untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Agar mampu bersaing dan menuju ekonomi maju. Dana tersebut kiranya bisa mencapai keadilan dan pemerataan masyarakat. Tetapi melihat kenyatannya keadilan itu seakan-akan tidak terwujud.
Korupsi Dana Desa yang Terus Meningkat
Dari data Indonesia Corruption Watch (ICW). Bahwa kasus korupsi sering terjadi pada anggaran dana desa. Pada laporan tahun 2015-2018, sudah ada 214 kepala desa (Kades) yang terjerat kasus korupsi. Bahkan sampai sekarang masih sering terjadi. Di tahun 2019-2020, penulis melihat telah terjadinya kenaikan kasus. Dimana pada tahun 2019 ada sekitar 46 kasus korupsi di sektor anggaran desa, yang memberi kerugian negara hingga 32,3 miliar.
Tahun 2020, kasus korupsi mengalami peningkatan, ada 169 kasus korupsi pada semester pertama. Anggaran dana desa paling banyak di korupsi, yakni 44 kasus. Bahkan oleh Mantan pejabat sementara Kades Senangsari, Banten, Achmad Ridwan melakukan korupsi dana desa sebesar Rp.569 juta. Melihat dari perkembangannya, kasus korupsi selalu membayangi dana desa. Korupsi dana desa pada saat pandemi Covid-19 pun masih terus berlanjut.
Pada tahun 2021, sudah terlihat beberapa korupsi dana desa yang mulai bermunculan kembali. Seperti pengungkapan kasus kades Kampung Rantau, Edi Suryono, yang sempat buron dan akhirnya ditangkap dan ada juga kades Air Kati, dimana penangkapannya terkait menyalahgunakan dana desa dengan menggunakan pembangunan jalan yang tidak benar. Kedua kepala desa tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan juta.
Tren korupsi yang cenderung meningkat, tidak terlepas dari adanya modus atau cara para kades melakukan peyelewengan anggaran dana desa. Dengan berbagai macam cara yang dilakukan. Mulai dari membuat bangunan fiktif, program desa yang disalahgunakan, pembangunan tidak sesuai anggaran, Mark Up dalam pembelian barang dan jasa, perjalanan dinas fiktif, sampai dana itu dikelola sendiri oleh kepala desa. Yang semua modus dilakukan untuk kepentingan pribadi.
Modus yang paling banyak dilakukan untuk menyalahgunakan anggaran dana desa, adalah dengan melakukan pembangunan proyek fisik. Seperti Bambang Sugeng, yang membuat laporan dana dipakai untuk pembangunan infrastruktur tetapi bangunan tidak ada. Ada lagi pembangunan proyek tidak selesai, padahal dana sudah dicairkan semua. Bahan bangunan Insfrastruktur dikurangi, agar kades dapat untung.