Saya pernah menghadapi sebuah kasus lain yang dilakukan oleh sekelompok siswi SMP yang menculik adik kelasnya dan memukulinya hanya karena komentar yang dianggap kurang pantas oleh para senior. Sang adik kelas memberikan komentar jelek terhadap geng kakak kelasnya melalu akun Instagram yang membuat para senior tidak terima dan merencanakan penculikan terhadap adik kelasnya sendiri untuk dimintai keterangan atas komentarnya di Instagram.
Si adik kelas “diadili” di sebuah rumah kosong dan diviralkan videonya, dimana semua orang yang terlibat adalah siswi SMP, anak-anak perempuan! Mengapa orang-orang muda ini menjadi begitu beringas? Saya berani berkata bahwa kecenderungan akan hal-hal jahat ini banyak dipengaruhi oleh konten digital yang mereka konsumsi setiap hari. Tidak hanya kekerasan dan pelecehan seksual yang meningkat di tengah generasi muda. Peredaran narkoba juga mulai memberikan pengaruhnya.
Kami telah menghadapai berkali-kali perkara anak berhadapan dengan hukum terkait penyalahgunaan narkotika mulai dari pemakai hingga pengedarnya. Anak-anak muda ini dapat memperoleh barang haram tersebut dengan memesannya melalui media sosial. Tindak kriminalitas yang meningkat ditengah generasi muda bukan lagi pepesan kosong dan tidak bisa dibiarkan.
Negara bukannya tidak mengantisipasi hal ini. UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU 11/2012) telah diluncurkan untuk melindungi anak di tengah-tengah serbuan kemajuan teknologi yang makin tak terkendali. Pemerintah berusaha mengurangi efek negatif terhadap anak namun hal ini lebih kepada hal yang mendasar. Sebuah PR besar menanti di depan mata.
Setiap pemangku kepentingan di negara ini, termasuk kita sekalian yang menganggap dirinya orang dewasa harus bisa menjadi contoh teladan bagi generasi muda yang nantinya akan menggantikan kita menjalankan aspek kehidupan di negara ini. Tugas kita sebagai orang yang merasa lebih dewasa untuk tetap bisa membangun karakter bangsa ini di tengah-tengah kemerosotan moral dan akhlak yang semakin menjadi- jadi.
Tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantoro mengajarkan kita untuk “Ing ngarso sung tulodo” yang di depan menjadi teladan, yang di depan memberikan contoh. Sudahkah kita menjadi contoh yang baik bagi orang-orang muda disekeliling kita?