Dunia saat ini tengah berada dalam suatu era yang serba cepat dan Instan. Sebuah era yang disebut sebagai era digital. Era digital adalah suatu masa yang sudah mengalami perkembangan dalam segala aspek kehidupan menjadi serba digital. Era digital saat ini telah mempengaruhi hajat hidup hampir seluruh umat manusia, tidak terkecuali di Indonesia.
Perkembangan teknologi yang begitu cepat disadari betul oleh Pemerintah Indonesia. Berbagai pembaharuan dilakukan untuk meningkatkan kualitas jaringan internet di Indonesia demi bisa bersaing dengan negara lain.
Digitalisasi dan pemanfaatan teknologi yang masif di berbagai bidang, juga telah menjalar di tengah – tengah generasi muda. Anak-anak muda mulai dari usia belasan tahun saat ini sudah sangat melek akan teknologi dan pemanfaatan dunia digital dalam kesehariannya.
Tidak sedikit anak muda yang berhasil menjadi wirausahawan baru dengan memanfaatkan tekonologi. Mulai dari berjualan online, membuat konten video sampai menjadi artis dan influencer. Pesatnya perkembangan tekonolgi digital ini memberikan wadah bari anak – anak muda untuk mengembangkan diri dan berekspresi hingga menghasilkan uang secara mandiri.
Digitalisasi bukannya tidak memiliki efek samping yang cukup serius. Sebagai seorang Pembimbing Kemasyarakatan, kerap kali saya dan rekan-rekan saya menemui perkara anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang berawal dari pengaruh teknologi.
Menurut laporan KPAI dari rentang tahun 2016 hingga 2020, terdapat 6500 kasus anak berhadapan dengan hukum yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi. Kecenderungan anak-anak dibawah umur melakukan berbagai tindakan kriminal dan melawan hukum semakin meningkat.
Betapa tidak, akses terhadap konten-konten yang bertentangan dengan nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat begitu mudahnya untuk didapatkan. Mulai dari konten video, gambar, tulisan, permainan online, berbagai platform media sosial yang menampilkan kekerasan, pornografi, perkataan yang kasar, berita palsu bahkan perjudian dan perdagangan manusia dengan mudahnya ditemui di mana-mana tiap kali anda membuka browser dan berselancar di internet.
Generasi muda kita saat ini, yang sering disebut sebagai generasi milenial, adalah generasi yang mendapatkan informasi apapun yang mereka mau secara instan dan cepat. Hanya dengan gerakan jempol dan jemari yang bahkan tidak perlu cekatan, mereka bisa mendapatkan informasi yang mereka inginkan. Bedanya informasi yang mereka mau cenderung negatif. Apakah anda mengenal twitch?
Sebuah platform life video yang dimiliki platform media social twitter. Dimana seorang twicther hampir tiap hari muncul dan online membuat konten-konten atau sekedar berbincang-bincang dengan penontonnya. Tidak sedikit dari konten-konten itu mempertontonkan hal-hal negatif, mulai dari semi pornografi, hujatan-hujatan yang dianggap biasa, hingga beberapa kali mempertontonkan aksi bunuh diri!
Hal ini kemudian memicu kecenderungan degradasi moral yang lama kelamaan tumbuh dan menciptakan aksi criminal bagi orang-orang muda yang sering menontonnya. Nilai-nilai moral dan agama yang diajarkan orangtua dirumah perlahan-lahan terkikis. Orang-orang muda mulai menentang orangtuanya, mengerjai orang lain dan menganggapnya lelucon dengan istilah prank dan lain-lain.
Pikiran mereka yang masih hijau menganggap apa yang mereka lihat adalah sesuatu yang wajar dan tidak salah untuk dilakukan. Salah satu perkara yang pernah saya hadapi adalah perkara anak di salah satu area pantura, yang mengupload foto mantan pacarnya setengah bugil ke akun facebook berita daerah. Hal tersebut dilakukan karena merasa sakit hati terhadap sang mantan pacar yang juga masih di bawah umur, akibat diputus cintanya. Dia hendak memberi pelajaran kepada sang mantan pacar agar kapok karena menyatakan putus darinya. Bagi saya ini adalah sebuah masalah yang sangat serius.
Moral generasi muda telah tergerus. Bukankah mereka ini yang akan menjadi pengganti kita? Apakah anda bisa membayangkan apa yang terjadi pada negara ini dalan 20 hingga 50 tahun kedepan jika semuanya ini dibiarkan? Tentunya tidak hanya satu kasus seperti ini yang terjadi. Ada begitu banyak kejadian yang membunyikan alarm peringatan bagi kita sekalian termasuk para pembaca yang budiman terhadap masalah ini.
Saya pernah menghadapi sebuah kasus lain yang dilakukan oleh sekelompok siswi SMP yang menculik adik kelasnya dan memukulinya hanya karena komentar yang dianggap kurang pantas oleh para senior. Sang adik kelas memberikan komentar jelek terhadap geng kakak kelasnya melalu akun Instagram yang membuat para senior tidak terima dan merencanakan penculikan terhadap adik kelasnya sendiri untuk dimintai keterangan atas komentarnya di Instagram.
Si adik kelas “diadili” di sebuah rumah kosong dan diviralkan videonya, dimana semua orang yang terlibat adalah siswi SMP, anak-anak perempuan! Mengapa orang-orang muda ini menjadi begitu beringas? Saya berani berkata bahwa kecenderungan akan hal-hal jahat ini banyak dipengaruhi oleh konten digital yang mereka konsumsi setiap hari. Tidak hanya kekerasan dan pelecehan seksual yang meningkat di tengah generasi muda. Peredaran narkoba juga mulai memberikan pengaruhnya.
Kami telah menghadapai berkali-kali perkara anak berhadapan dengan hukum terkait penyalahgunaan narkotika mulai dari pemakai hingga pengedarnya. Anak-anak muda ini dapat memperoleh barang haram tersebut dengan memesannya melalui media sosial. Tindak kriminalitas yang meningkat ditengah generasi muda bukan lagi pepesan kosong dan tidak bisa dibiarkan.
Negara bukannya tidak mengantisipasi hal ini. UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU 11/2012) telah diluncurkan untuk melindungi anak di tengah-tengah serbuan kemajuan teknologi yang makin tak terkendali. Pemerintah berusaha mengurangi efek negatif terhadap anak namun hal ini lebih kepada hal yang mendasar. Sebuah PR besar menanti di depan mata.
Setiap pemangku kepentingan di negara ini, termasuk kita sekalian yang menganggap dirinya orang dewasa harus bisa menjadi contoh teladan bagi generasi muda yang nantinya akan menggantikan kita menjalankan aspek kehidupan di negara ini. Tugas kita sebagai orang yang merasa lebih dewasa untuk tetap bisa membangun karakter bangsa ini di tengah-tengah kemerosotan moral dan akhlak yang semakin menjadi- jadi.
Tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantoro mengajarkan kita untuk “Ing ngarso sung tulodo” yang di depan menjadi teladan, yang di depan memberikan contoh. Sudahkah kita menjadi contoh yang baik bagi orang-orang muda disekeliling kita?
Seharusnya kitalah yang menjadi contoh untuk mereka, bukan para streamer luar negeri yang budayanya begitu bertolak belakang dengan nilai-nilai agama dan Pancasila yang kita anut di negara ini. Kita tidak boleh lagi acuh-tak acuh dan harus sadar bahwa keberlangsungan negara berada pada generasi muda kita yang kini tengah digerus oleh kemajuan teknologi yang tadinya hendak kita gunakan untuk meningkatkan produktifitas kita sendiri.