By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Kawan Hukum Indonesia
  • CURRENT ISSUES
  • SPOTLIGHTS
  • INSIGHTS
  • LAWSTYLE
  • FUN FACTS
Reading: Menguji Kekuatan Surat Edaran
Share
0

Tidak ada produk di keranjang.

Notification
Latest News
Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
1 minggu ago
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
2 minggu ago
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
2 minggu ago
Negara dalam Hukum Internasional
2 minggu ago
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
3 minggu ago
Kawan Hukum Indonesia
  • Current Issues
  • Spotlights
  • Insights
  • Fun Facts
Search
  • Pengantar Ilmu Hukum
  • Pengantar Hukum Indonesia
  • Etika Profesi Hukum
  • Bantuan Hukum
  • Hukum Acara
  • Hukum Konstitusi
  • Hukum Administrasi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Contact
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Kawan Hukum Indonesia > Insights > Menguji Kekuatan Surat Edaran
Insights

Menguji Kekuatan Surat Edaran

Leyta Lovmanya 5 bulan ago
Updated 2022/02/22 at 7:37 PM
Share
SHARE

Selama puluhan tahun, Surat Edaran menjadi bagian dari kebijakan sejumlah lembaga negara. Daya ikat, kedudukan, dan mekanisme pengujiannya masih menjadi perdebatan. Tidak jarang kita mendengar “Menurut Surat edaran Menteri ……” yang menjadi dasar hukum suatu tindakan petugas aparat Negara dalam menjalan suatu kebijakan. Masyarakat awam seringkali dibuat dilema, atas seberapa mengikat Surat Edaran yang dikeluarkan lembaga Negara. Mengingat dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Surat Edaran tidak dibunyikan dengan eksplisit dalam pasal-pasal tersebut terkait kedudukanya.

Selama ini Surat-surat edaran selalu dikategorikan sebagai contoh peraturan kebijakan. Ditambah Surat Edaran sebagai produk hukum yang isinya secara materil mengikat umum namun bukanlah peraturan perundang-undangan karena ketiadaan wewenang pembentuknya untuk membentuknya sebagai peraturan perundang-undangan.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) juga punya pandangan serupa. Lembaga pemerhati hukum ini berpendapat Surat Edaran – dalam konteks ini SEMA—bukan produk perundang-undangan, melainkan sebagai instrumen administratif yang bersifat internal. Surat Edaran ditujukan untuk memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

Jika SE bukan peraturan perundang-undangan, lantas bagaimana menguji keabsahannya? Jika bukan keputusan, berarti SE tak bisa digugat ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga. Praktik selama ini, SE yang tak sesuai dicabut sendiri oleh instansi yang mengeluarkan.

Untuk menjawab pertanyaan ini , dapat diperhatikan dalam Pasal 24A UUD 1945. Pasal ini menegaskan MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Dengan rumusan itu berarti MA berwenang menguji semua jenis peraturan perundang-undangan yang tingkatannya di bawah Undang-Undang, misalnya Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah. Tapi bagaimana dengan Surat Edaran?

Jika diizinkan untuk mengasumsikan SE bukan peraturan perundang-undangan, maka MA tak bisa mengujinya terhadap Undang-Undang. Sebaliknya, jika SE termasuk kategori peraturan perundang-undangan, maka MA berwenang melakukan pengujian. Ini juga berarti SEMA bisa diuji ke Mahkamah Agung. Pertanyaan tentang boleh tidaknya MA menguji SE terjawab lewat putusan MA No. 23P/HUM/2009. Dalam putusan ini MA membatalkan SE Dirjen Minerba dan Panas Bumi No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Perppu No. 4 Tahun 2009.

Pertimbangan majelis hakim agung dalam perkara ini: walaupun SE tidak termasuk dalam urutan peraturan perundang-undangan, tetapi berdasarkan penjelasan Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004, SE dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang sah. Sehingga hal tersebut tunduk pada tata urutan peraturan perundang-undangan. Pertimbangan yang hampir sama bisa dibaca dalam putusan MA No. 3P/HUM/2010. Di sini, ada surat biasa yang menurut majelis hakim berisi peraturan, sehingga layak menjadi objek permohonan hak uji materiil sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2004.

Putusan MA ini menegaskan SE bisa dimohonkan uji materiil ke Mahkamah Agung.
Memang ada preseden, Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang yang menyangkut dirinya sendiri. Bahkan membatalkan Undang-Undang yang membatasi kewenangannya. Merujuk pada preseden ini, pengujian SEMA di Mahkamah Agung boleh-boleh saja.

Mengingat kegamangan ini, menjadi bijaksana jika setiap Surat Edaran tetap harus tunduk pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Surat Edaran harus menaati asas pembentukan peraturan kebijakan yang baik . Peraturan kebijakan yang secara tidak langsung mengikat publik akan menimbulkan masalah jika pembentukannya tidak memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undanganyang semestinya baik formil maupun materil. Surat Edaran berpotensi menjadi masalah dalam sistem peraturan perundang-undangan.

You Might Also Like

Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional

Negara dalam Hukum Internasional

Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas

Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara

Tidak Bebasnya Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia

TAGGED: Hukum Administrasi, Perancangan Peraturan, Peraturan
Leyta Lovmanya Desember 19, 2021
Share this Article
Facebook TwitterEmail Print
What do you think?
Love0
Happy0
Surprise0
Sad0
Embarrass0
Previous Article Kasus Air Keras Novel Baswedan: Sebuah Pelanggaran HAM
Next Article Pelanggaran HAM Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri?
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk untuk berkomentar.

Our Social Media

Facebook Like
Twitter Follow
Instagram Follow
Youtube Subscribe

Latest News

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
Spotlights
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
Spotlights
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
Insights
Negara dalam Hukum Internasional
Insights
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
Insights
Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara
Current Issues
Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia
Current Issues
Ancaman Perlindungan Hak-hak Buruh dalam UU Cipta Kerja
Spotlights
Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial
Spotlights
Tradisi Pamer Tersangka Melalui Konferensi Pers di Indonesia
Spotlights
Pelanggaran HAM Berat di Papua dan Respon di PBB
Spotlights
10 Program Studi Hukum Terbaik di Asia Tenggara, UNAIR Terbaik di Indonesia
Fun Facts
Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Demokrasi dan Konstitusionalisme
Spotlights

Baca artikel lainnya

Insights

Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional

2 minggu ago
Insights

Negara dalam Hukum Internasional

2 minggu ago
Insights

Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas

3 minggu ago
Current Issues

Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara

3 minggu ago
Follow US

© Kawan Hukum Indonesia 2019-2022. All Rights Reserved.

Join Us!

Subscribe to our newsletter and never miss our latest news, podcasts etc..

[mc4wp_form]
Zero spam, Unsubscribe at any time.

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Masuk ke akun anda

Register Lost your password?