Ilmu hukum telah mengalami perkembangan pesat sejak Corpus Juris Civilis dibuat, kodifikasi hukum pertama Romawi yang kelak berkontribusi penting terhadap perkembangan ilmu hukum di dunia. Corpus Juris Civilis sendiri merupakan penyempurnaan terhadap hukum sebelumnya. Lima abad sebelum Corpus Juris Civilis dibuat oleh raja Yustinianus I, Romawi telah membuat hukum tertulis yang disebut The Twelve Tables atau dalam bahasa latin disebut Leges Duodecim Tabularum.
The Twelve Tables muncul dari konflik antarkelas antara golongan kelas bawah dan golongan kelas atas. Pada saat itu, penduduk Romawi terbagi atas dua golongan, yakni patrician dan plebenian. Golongan patrician merupakan kaum aristokrat yang mengisi jabatan publik seperti konsul, hakim, dan pemuka agama. Sementara itu, plebeian merupakan golongan rakyat biasa yang rata-rata berprofesi sebagai prajurit, petani, dan pedagang. Pergolakan antarkelas tersebut berlangsung cukup lama dan memuncak setelah revolusi untuk menurunkan raja mereka yang tirani.
Revolusi
Pada abad ke-6 SM, Kerajaan Romawi dipimpin oleh Raja Lucius Tarquin “The Proud” atau disebut juga Lucius Tarquin “Superbus”. Lucius dikenal sebagai raja Romawi yang kejam dan sombong sehingga membuatnya dibenci oleh rakyat. Hal itu disebabkan karena ia sering mengabaikan nasihat dari para senator dan terlibat dalam skandal pemerkosaan. Kebencian dan amarah rakyat yang semakin tidak terbendung memicu terjadinya revolusi dan menyebabkan Lucius turun dari tahta. Kemudian, pemerintahan Romawi digantikan oleh dua konsul bernama Lucius Junius Brutus dan Lucius Tarquinius Collatinus, kerabat Lucius Tarquin Superbus. Menurut sejarawan Romawi, Titus Livy, revolusi itu menjadi periode awal Republik Romawi.
Proses Pembentukan The Twelve Tables
Runtuhnya monarki diharapkan dapat menghilangkan penyalahgunaan wewenang dan penindasan terhadap rakyat. Namun, bergantinya sistem pemerintahan menjadi republik justru memperparah kondisi rakyat terutama golongan plebeian. Hal itu disebabkan karena golongan patrician memegang penuh pemerintahan yang memudahkan untuk mengeksploitasi golongan plebeian melalui pengambilan lahan secara paksa dan perbudakan. Hal itu membuat banyak golongan plebeian menderita kelaparan, kemiskinan, dan ketidakberdayaan.