Pada awal tahapan perkembangan, hukum internasional menggunakan istilah yang berbeda. Istilah “Hukum Bangsa-Bangsa” (Law of Nations) dan “Hukum Antarnegara” (Interstate Law) adalah dua istilah yang lebih dikenal dan dipakai untuk menggambarkan hukum yang berlaku bagi bangsa-bangsa di dunia pada saat itu. Namun dalam perkembangan, dua istilah ini menjadi tertinggal karena pembahasan mengenai subjek hukum internasional tidak hanya Negara saja, tetapi Individu, Organisasi Internasional, Perusahaan Transnasional, Vatican, Belligerency yang juga merupakan subjek hukum internasional.
Hukum Bangsa-bangsa ini, sudah terlihat dalam lingkungan kebudayaan zaman dahulu yang mengatur hubungan antar raja atau bangsa. Perkembangan hukum internasional ini oleh pakar hukum dibagi menjadi beberapa tahap. Mochtar Kusumaadmatja, membagi tahapan Perkembangan Hukum Internasional menjadi 4 yaitu, masa klasik (kuno), masa modern, masa konsolidasi (Konvensi Den Haag), dan masa sesudah perang dunia kedua.
Malcolm N. Shaw dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berjudul Internasional Law, membagi tahapan perkembangan hukum internasional menjadi 6 bagian, yaitu, perkembangan awal, Abad Pertengahan dan Renaisans, para pendiri hukum internasional modern, Positivisme dan Naturalism, abad ke-19 dan ke-20.
Perkembangan Awal (Masa Kuno)
Perkembangan awal hukum internasional dapat kita ditelusuri dengan melihat hubungan politik yang telah dilakukan oleh bangsa-bangsa sejak ribuan tahun yang lalu. Dijelaskan dalam buku Malcolm N.Shaw bahwa sekitar tahun 2100 SM, misalnya, sebuah perjanjian resmi telah ditandatangani antara para penguasa Lagash dan Umma, dua negara-kota yang terletak di daerah yang dikenal oleh para sejarawan dengan nama Mesopotamia.
Perjanjian itu tertulis di atas sebuah balok batu dan menyebutkan tentang penentuan batas yang harus dihormati oleh kedua pihak. Contoh lain perjanjian internasional lainnya yaitu, perjanjian antara Rameses II dari Mesir dan raja kaum Het untuk menegakkan perdamaian dan persaudaraan langgeng.
Dipenjuru lainnya, India Kuno juga memiliki kaidah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja. Terdapat ketentuan yang mengatur perjanjian, hak dan kewajiban raja, tetapi ketentuan yang cukup jelas berkaitan dengan hukum yang mengatur perang.
[rml_read_more]
Selain itu, terdapat perbedaan antara combatant dan noncombatant, ketentuan mengenai perlakuan tawanan perang dan cara melakukan perang. Dalam lingkungan budaya Yahudi, terdapat ketentuan mengenai perjanjian perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Hal ini tertulis dalam Kitab Perjanjian Lama.
Yunani pun sudah mengenal perwaistan (arbitration) dan hubungan diplomatik. Salah satu konsep Yunani yang mempengaruhi pemikiran Eropa dan dikembangkan oleh Romawi adalah mengenai Konsep Hukum Alam. Ide ini dirumuskan oleh para filsuf Stoa pada abad ke-3 SM dan teori ini menyatakan bahwa sekumpulan aturan yang bersifat universal.
Selain Eropa, Kekaisaran Byzantium dan dunia Islam pun, memberikan tanda-tanda adanya kehidupan hukum internasional, seperti adanya praktek diplomasi dan adanya sumbangan terpenting dalam hukum perang. Secara umum, aturan perang yang bersifat manusiawi pun dikembangkan dan ‘kaum kitab’ (Yahudi dan Kristen) diperlakukan lebih baik daripada non-mukmin, meskipun dalan posisi inferior terhadap umat Islam.
Hukum mengenai para diplomat dibentuk berdasarkan gagasan kesantunan dan keamanan (aman), sementara aturan mengenai perjanjian internasional berkembang dari konsep sikap penghormatan atas janji yang dibuat.
Dapat disimpulkan bahwa berbagai praktek-praktek hubungan politik yang telah dilakukan menjadi tanda bahwa hukum internasional sudah hadir walaupun terbatas secara geografis dan kultural. Praktik seperti diplomasi, penghormatan integritas wilayah masing-masing, penghentian keadaan agresi, pembentukan aliansi pertahanan, perjanjian perdamaian dan keadilan sosial telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan politik antar bangsa-bangsa.
Selain itu, munculnya Ide Hukum Alam juga menjadi salah satu konsep hadirnya hukum internasional. Selain menjadi konsep fundamental dalam teori hukum, Hukum Alam sangat penting untuk memahami hukum internasional serta menjadi pendahuluan yang mutlak bagi pembahasan kontemporer tentang hak asasi manusia.
Abad Pertengahan dan Renaisans
Abad pertengahan ditandai adanya otoritas Gereja yang terorganisir. Pada zaman Romawi, Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan bangsa tidak mengalami perkembangan yang pesat. Walaupun demikian, terdapat perkembangan pesat dalam bidang lainnya, seperti Hukum Maritim dan Hukum Komersial.
Dalam Hukum Maritim, munculnya Hukum Laut Rhodian Karya Bizatium yang berisikan serangkaian kebiasaan yang berlaku umum terkait laut Atlantik dan pantai Mediterania. Sedangkan dalam Hukum Komersial, munculnya Merchant Law yang dibentuk oleh Inggris mengenai aturan bagi para pedagang asing dan berlaku universal.
Namun, dalam perjalanannya otoritas Gereja memudar dan mengalami masa Renaisans. Renaisans mengubah wajah masyarakat Eropa dan memunculnya ciri pemikiran ilmiah, humanistik dan individualis. Pada masa ini, penemuan mesin cetak (Abad 15) menjadi sarana menyebarkan pengetahuan. Dengan menyebarnya pengetahuan maka bermunculan pula landasan kehidupan internasional modern seperti, diplomasi, kenegarawanan, teori keseimbangan kekuasaan dan ide tentang komunitas para negara.
Menuju Masa Modern
Salah satu peristiwa penting yang membuat Hukum Internasional menuju tatanan modern adalah munculnya gerakan reformasi dan sekularisasi untuk menentang kekuasan gereja dan negara. Gerakan ini memunculkan Perdamaian Westphalia 1648. Masa ini menjadi Titik Terang Eropa untuk melakukan pembaharuan sistem dan memunculkan berbagai pemikiran salah satunya mengenai Postivisme dan Naturalisme.
Abad Kesembilan Belas
Tidak hanya memunculkan berbagai pemikiran-pemikiran baru, namun membawakan berbagai peristiwa-peristiwa penting lainnya yang berkaitan dalam pembangunan hukum internasional. Berbagai konferensi Eropa diselenggarakan dan memberikan kontribusi besar bagi pengembangan aturan mengenai pelaksanaan perang.
Berbagai peristiwa seperti Final Act Kongres Wina (1815) yang membahas kebebasan pelayaran dalam perairan internasional dan mendirikan Komisi Sentral Rhine untuk mengatur pelaksanaan, adanya Komisi Sungai Danube dan sungai Eropa lain mengenai perjanjian dan ketetapan internasional, Konferensi Perdamaian (1856), Konvensi Jenewa (1864) tentang ‘Pemanusiawian’ konflik, Konferensi Den Haag 1899 dan 1907 membentuk Pengadilan Arbitrase Tetap dan membahas perlakuan para tahanan dan kontrol peperangan.
Selain itu, hadir pula lembaga-lembaga internasional seperti, Komite Palang Merah Internasional (The Internasional Committee of the Red Cross) (1863), Uni Telegraf Internasional (1865), Uni Pos Universe (1874). Berbagai Karya tentang hukum internasional pun mulai banyak bermunculan pada abad ini.
Abad Kedua Puluh
Setelah Perang Dunia berakhir (28 Juli 1914-11 November 1918). Muncullah Perjanjian Perdamaian 1919 dan terbentuklah Liga Bangsa-Bangsa. Liga ini tentu muncul sebagai wadah untuk memelihara tatanan hubungan internasional, agar tidak terjadi kembali Perang Dunia yang lainnya.
Namun nyatanya, Perang Dunia II (1939-1945) tidak dapat dihindari. Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (Warisan terpenting dari sudut pandang hubungan internasional) tentu memberikan motivasi bagi seluruh negara didunia untuk saling bersama-sama menjaga perdamaian. Melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (1946), menjadi titik balik untuk memperbaiki kekurangan pendahulunya, dan menjadi wadah yang bersifat universal.
Pada masa ini, terbentuk pula lembaga-lembaga seperti Mahkamah Tetap Internasional (1921), lalu diganti menjadi Mahkamah Internasional (1946). Terbentuk pula Organisasi Buruh Internasional yang berdiri sejak akhir Perang Dunia I hingga saat ini.
Masa Kini
Permasalahan yang dihadapi kini tidak hanya menyangkut permasalahan wilayah atau yurisdiksi negara yang dipahami secara sempit, tetapi juga mengenai permasalahan lainnya, seperti hak asasi manusia, pertumbuhan hukum ekonomi internasional yang mencakup urusan keuangan dan pembangunan, keprihatian kepada perusakan lingkungan, upaya eksplorasi ruang angkasa dan eksploitasi sumber daya laut dan dasar laut.
Sumber Bacaan:
Malcom N. Shaw, International Law 6th Edition, Diterjemahkan oleh : Derta Sri Widowatie, Imam Baehaqi dan M.Khozim, Nusa Media, Bandung, 2016.
kawanhukum.id merupakan platform digital yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Tulisan dapat berbentuk opini, esai ringan, atau tulisan ringan lainnya dari ide-idemu sendiri. Ingin tulisanmu juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.