Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum secara litigasi dan nonlitigasi kepada Penerima Bantuan Hukum. Dalam memberikan Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen Paralegal sebagai pelaksana Bantuan Hukum. Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut Paralegal di luar pelaksana Bantuan Hukum yang telah terdaftar jika:
- ketersediaan jumlah pelaksana Bantuan Hukum tidak mencukupi dalam menangani perkara; dan/atau
- tidak terdapat Pemberi Bantuan Hukum di wilayah tempat tinggal Penerima Bantuan Hukum
Mengacu pada Pasal 4 untuk dapat direkrut menjadi Paralegal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- warga negara Indonesia;
- berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
- memiliki pengetahuan tentang advokasi masyarakat; dan/atau
- memenuhi syarat lain yang ditentukan oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Sehingga, Paralegal bisa menjadi pelaksana bantuan hukum yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. Namun, jika ketersediaan jumlah pelaksana Bantuan Hukum tidak mencukupi dalam menangani perkara dan/atau tidak terdapat Pemberi Bantuan Hukum di wilayah tempat tinggal Penerima Bantuan Hukum, maka Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut Paralegal di luar pelaksana Bantuan Hukum yang telah terdaftar.
Adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018
Adanya putusan MA ini menjadi polemic paralegal dalam beracara. Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018 membatalkan ketentuan paralegal yang boleh memberi bantuan hukum secara litigasi di pengadilan. Pasal 11 dan 12 Permenkumham 1/2018 bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi, yakni UU 18/2003. Dengan demikian kini, paralegal tidak dapat memberi bantuan hukum secara litigasi (beracara di pengadilan), hanya advokatlah yang dapat memberikan bantuan hukum secara litigasi.