Desentralisasi merupakan sebuah konsep yang mengisyaratkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah ditingkat bawah untuk mengurus wilayahnya sendiri. Desentralisasi bertujuan agar pemerintah dapat lebih meningkatkan efisiensi serta efektifitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat. Artinya desentralisasi menunjukkan sebuah bangunan vertikal dari bentuk kekuasaan negara. Di Indonesia dianutnya desentralisasi kemudian diwujudkan dalam bentuk kebijakan otonomi daerah.
Pengertian Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di derah kabupaten .Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Desa menurut pasal 1 ayat 12 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Desa adalah adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi Desa
Pelaksanaan otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintahan, sebaliknya pemerintahan berkewajiban menghormati otonomi asli yang di miliki desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasrkan hak istimewa, maka desa dapat melakukan perbuatan hukum publik maupun perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Sebagai wujud demokrasi, maka di desa di bentuk Badan Permusyawartan Desa.
Lahirnya reformasi kebijakan desentralisasi pertama kali melalui Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian dilanjutkan dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dimaksudkan agar daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian kewenangan otonomi harus berdasarkan asas desentralisasi dan dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa memberikan landasan yuridis tentang pradigma dan konsep baru kebijakan tata kelola Desa. Undang-Undang Desa mendapatkan posisi Desa sebagai “ujung tombak pembangunan” yang lebih komprehensif dan nyata dengan memperhatikan prinsip keberagaman, menegdepankan asas rekognisi dan subsidiaritas Desa. Undang-Undang Desa mempertegas kewenanagan otonom melalui kebijakan penataan Desa .Desa memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat. Desa didorong sebagai entitas pemerintahan yang mandiri, demokratis dan kuat namun dalam kerangka perlindungan pemberdayaan Negara.
Konsep Otonomi Desa sebenarnya adalah sebuah konsep yang dimaknai sebagai adanya kemampuan serta prakarsa masyarakat desa untuk dapat mengatur dan melaksanakan dinamika kehidupannya dengan didasarkan pada kemampuannya sendiri. Hal ini berartibahwa intervensi dari luar desa sendiri sedapat mungkin untuk dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Sedangkan sifat Otonomi Desa adalah merupakan otonomi murni, artinya keberadaan Otonomi Desa merupakan sesuatu yang memang telah ada sejak desa itu mulai ada, dan bukan merupakan sebuah limpahan wewenang dari negara.
Hal tersebut berartibahwa tidak semua wewenang yang dimiliki oleh daerah otonom dalam pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah juga sama dengan yang diterima oleh Desa. ArtinyaOtonomi Desa lebih dimaknai sebagai adanya kemampuan serta prakarsa masyarakat desa untuk dapat mengatur dan melaksanakan dinamika kehidupannya dengan sedapat mungkin didasarkan pada kemampuannya sendiri dengan mengurangi intervensi pihak luar, berdasarkan wewenang yang dimilikinya dengan bersandar pada peraturan yang berlaku. Pemberlakuan kebijakan Otonomi Desa juga mengundang berbagai tanggapan serta pandangan baik itu dari pemerintah maupun masyarakat, tentang dampak ataupun hal-hal yang ingin dicapai dari pemberlakuannya.
Dilihat dari pengertian yang diberikan di atas maka fungsi utama pemerintahan desa pada prinsipnya yaitu: fungsi penyelenggaraan urusan pemerintahan dan fungsi pelaksanaan kepentingan masyarakat setempat. Apabila dibandingkan dengan fungsi dari pemerintahan daerah tingkat kabupaten/kota dan propinsi, substansi fungsi desa tidak berbeda.
Sebab dalam pola penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah pun, fungsi pemda terbagi ke dalam dua ruang lingkup fungsi tersebut. Untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut desa diperkengkapi dengan unsur penyelenggara pemerintahan desa. Unsur penyelenggara pemerintahan desa adalah pemerintah desa dibantu perangkat desa, sedangkan fungsi pelaksanaan kepentingan masyarakat dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, desa diberikan sejumlah kewenangan yang meliputi: (i) kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa; (ii) pelaksanaan Pembangunan Desa; (iii) pembinaan kemasyarakatan Desa; dan (iv) pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Politik hukum atau legal policy pemerintahan desa dari tahun ke tahun semakin menunjukkan kearah pembentukan civil society atau meminjam istilah Nurcholis Madjid “masyarakat madani”. Politik hukum pemerintahan desa yang dimaksud disini adalah arah kebijakan hukum pemerintahan desa secara nasional, yakni garis-garis besar kebijaksanaan hukum yang dianut oleh penyelenggara negara dalam usaha dan upaya memelihara, memperuntukkan , mengambil manfaat, mengatur dan mengurus pemerintahan desa beserta masyarakat desa sebagai komunitas yang mengatur dirinya sendiri.
Upaya mendorong pola hubungan ke arah Good Governance maka upaya strategis pembaharuan penyelenggaraan pemerintah desa (Kepala Desa beserta perangkat dan BPD) harus sensitive dan menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi dan responsifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan, keuangan dan pelayanan publik. Kedua memperkuat kapasistas (capacity building) pemerintah desa dalam mengelola kebijakan, keuangan, pembangunan desa dan pelayanan publik. Ketiga memberdayakan kapasitas BPD sebagai agen artikulasi kepentingan, pembuat kebijakan dan kontrol kepada pemerintah desa. Keempat memperkuat partisipasi masyarakat desa dalam rembug desa melalui wadah Musrenbang desa. Kelima membangun kemitraan antara pemerintah desa, BPD dan masyarakat.
Keenam menggunakan dua pendekatan yaitu “Desa Membangun” dan “Membangun Desa” yang diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan desa, untuk desa yang maju, mandiri, sejahtera yang mencakup meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusiaserta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.