Kegiatan spionase atau mata-mata untuk kepentingan negara pengirim merupakan pelanggaran yang dapat dikatakan sudah biasa terjadi terhadap kewajiban para anggota staf perwakilan asing untuk menghormati tata hukum di negara penerima. Kegiatan mata-mata oleh diplomat merupakan pelanggaran kejahatan dalam kekebalan diplomatik. Jika kejadian itu terungkap, diplomat dapat ditarik kembali oleh negaranya atau dinyatakan persona non grata oleh negara penerima.
Dalam praktiknya, kegiatan spionase oleh perwakilan diplomatik dan konsuler tidak dapat diabaikan begitu saja. Badan intelijen nasional telah memanfaatkan kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut untuk membantu tugasnya. Misi perwakilan diplomatik sebagaimana Pasal 3 ayat (1) huruf (d) Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik yaitu dalam menyampaikan laporan mengenai keadaan dan perkembangan di negara penerima kepada negaranya harus benar-benar dilakukan dengan cara-cara yang sah.
Hal yang tidak dapat diterima dalam kebiasaan diplomatik secara umum adalah jika pengumpulan keterangan ditempuh dengan cara sembunyi- sembunyi (gelap), termasuk pembelian melalui agen-agen di negara penerima. Atau, bahkan memanfaatkan orang-orang setempat secara intensif dan berlebih- lebihan sebagai sumber informasi apa saja yang dianggap sensitif. Oleh karena itu, tidak ada alasan pembenaran bagi setiap negara yang melakukan spionase terhadap negara lain. Dengan kata lain, apabila negara melakukan spionase dengan alasan apapun (baik untuk kepentingan nasionalnya maupun kepentingan bersama, khususnya yang berkaitan dengan terorisme) tidak dapat dibenarkan.