Menurut pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, Indonesia adalah negara hukum. Hukum di Indonesia mempunyai kedudukan dan peran yang sangat vital dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Dalam proses pembentukan hukum, Indonesia mempunyai lembaga khusus yang bertanggung jawab atas pembentukan peraturan dan kebijakan. Lembaga tersebut dikenal sebagai Lembaga legislatif. Lembaga legislatif ini akan mengeluarkan peraturan yang akan dilaksanakan secara universal oleh seluruh warga negara Indonesia. Lembaga legislatif di negara Indonesia direpresentasikan melalui DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Dalam konsteks ini, DPD dan DPR merupakan lembaga negara yang berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Meskipun keduanya merupakan lembaga legislatif dan memiliki kewenangan yang kurang lebih sama. Akan tetapi, Regulasi yang ada di Indonesia menunjukkan adanya disparitas kewenangan yang dimiliki oleh DPD dan DPR, khususnya dalam pelaksanaan fungsi legislasi. DPR terkesan memiliki kewenangan yang lebih superior dibanding dengan DPD.
Oleh karenanya, perlu adanya solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Permasalahan disparitas kewenangan yang dimiliki oleh DPD dan DPR menjadi urgensi yang mendasar untuk adanya optimalisasi Lembaga DPD dalam menjalankan fungsi legislasi. Optimalisasi DPD dalam artian untuk memperbaiki kewenangan legislasi yang dimiliki DPD agar dapat setara dengan lembaga DPR. Hal ini perlu dilakukan demi terwujudnya cheek and balances system antar lembaga negara, khususnya lembaga legislatif.
Checks and Balances Lembaga DPD di Indonesia: Suatu Polemik?
Di dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, DPD dan DPR merupakan lembaga negara yang menjalankan salah satu dari tiga kekuasaan dalam trias politica (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), yakni kekuasaan legislatif. Teori trias politica tersebut mengamanatkan adanya pemisahan kekuasaan (separation of power) di dalam pemerintahan, baik mengenai tugas, fungsi, maupun alat kelengkapan yang melakukannya. Akan tetapi, teori trias politica dalam pelaksanaannya lebih dekat kepada pembagian kekuasaan (distribution of power). DPR dan DPD adalah sebagian kecil dari beberapa lembaga negara yang mendapatkan pembagian kekuasaan tersebut.
Tentunya, dalam pembagian kekuasaan haruslah jelas dan berimbang di setiap lembaga negara, agar terciptanya checks and balances system. Kekuasaan yang dimiliki oleh DPD dan DPR adalah kekuasaan legislatif atau kekuasaan untuk membentuk UU. Sehingga, makna dari kekuasaan legislatif yang dimiliki kedua lembaga ini tidak boleh dimaknai secara semu. Hal ini dalam artian bahwa DPD dan DPR haruslah memiliki kewenangan yang jelas dan sama, agar tidak terdapat stigma yang melemahkan salah satu dari keduanya. Akan tetapi, regulasi yang ada di Indonesia tidaklah menunjukkan hal demikian.
Regulasi yang ada di Indonesia menunjukkan adanya disparitas kewenangan yang dimiliki oleh DPD dan DPR, khususnya dalam pelaksanaan fungsi legislasi. Hal ini dibuktikan oleh pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD NRI 1945 yang pada intinya menyebutkan bahwa DPD memiliki tiga fungsi, yakni fungsi legislasi, fungsi pertimbangan, dan fungsi pengawasan. Di dalam menjalankan fungsi legislasi, DPD hanya dapat mengajukan RUU saja, akan tetapi DPD tidak memiliki kewenangan seperti DPR dan Presiden untuk menetapkan RUU tersebut menjadi UU. Hal ini mengakibatkan kewenangan yang dimiliki oleh DPD menjadi tanggung.
Berbeda dengan Presiden dan DPR, fungsi legislasi yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut bukanlah kewenangan legislasi yang tanggung. Presiden dan DPR dapat mengajukan RUU dan keduanya juga memiliki kewenangan untuk menetapkan RUU tersebut menjadi UU. Selain itu, disparitas kewenangan antara DPD dan DPR ditunjukkan dalam pelaksanaan fungsi anggaran yang merupakan subordinasi dari fungsi legislasi.
DPD hanya dapat memberikan pertimbangan terhadap RAPBN yang diajukan oleh Presiden. Sedangkan DPR memiliki kewenangan mutlak untuk membahas dan menetapkan RAPBN yang diajukan oleh Presiden, sehingga keputusan ataupun suara dari DPR akan menjadi penentu RAPBN tersebut sah atau tidak. Melihat hal tersebut adalah suatu pertimbangan, maka pertimbangan yang diberikan DPD dapat diambil dan dapat pula tidak diambil. DPD sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi tidak bisa menjalankan wewenang dan fungsinya secara penuh, perlunya penguatan fungsi legislasi dari DPD, sehingga DPD tidak hanya sekedar menjadi co-legislator bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Oleh karenanya, DPD haruslah diberikan kewenangan untuk menetapkan RUU menjadi UU dan kewenangan untuk menetapkan RAPBN. Hal ini dilakukan demi mencapai tujuan pembentukan DPD sebagaimana yang dimaksud dalam amanah konstitusi bahwa DPD sebagai penyeimbang DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi. Dengan begitu, diharapkan akan adanya penguatan dalam sistem saling mengawasi (checks and balances system) antara DPR dan DPD. Amandemen UUD NRI 1945 merupakan langkah yang konstitusional untuk melakukan perubahan terkait kewenangan yang dimiliki DPD.
Langkah Strategis Mewujudkan Checks and Balances
Dengan demikian, lembaga legislatif memiliki peran vital dalam dalam proses pembentukan hukum di Indonesia. Lembaga legislatif di negara Indonesia direpresentasikan oleh DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Dalam menjalankan kewenangan legislasi, keduanya memiliki kewenangan yang kurang lebih sama. Akan tetapi, Regulasi yang ada di Indonesia menunjukkan adanya disparitas kewenangan yang dimiliki oleh DPD dan DPR.
Sehingga, perlunya optimalisasi Lembaga DPD melalui amandemen UUD NRI 1945. Optimalisasi DPD menjadi sangat penting dilakukan untuk mewujudnya cheek and balances system antar lembaga legislatif. Mengingat keduanya merupakan lembaga yang akan mengeluarkan peraturan yang akan dilaksanakan secara universal oleh seluruh warga negara Indonesia.
Referensi
Khamami Zada. 2015. Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Reformasi Kelembagaan Perwakilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Cita Hukum, Vol. 3 No. 1.
Lenny M.L. Sipangkar. 2016. Penguatan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah (Strengthening The Legislative Function Of Regional Refresentative Council). Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 13 No. 03.
Suparto. 2019. Teori Pemisahan Kekuasaan Dan Konstitusi Menurut Negara Barat Dan Islam. Hukum Islam. Vol. 19 No. 1.
Widayati. 2015. Sistem Parlemen Berdasarkan Konstitusi Indonesia. Masalah-Masalah Hukum. Vol. 44 No. 4.