Ya, kita semua tau bahwa penegak hukum di Indonesia masih berat sebelah memihak pada yang memiliki kuasa dan memiliki uang. Hukum di negara ini masih tumpul keatas dan tajam kebawah dikarenakan rendahnya kesadaran dalam beretika yang dilakukan oleh oknum penegak hukum.
Etika merupakan ilmu yang mangulas tentang moralitas ataupun bermacam pendekatan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Terdapat 3 pendekatan ilmiah tentang moralitas ialah, etika deskripsi, etika Normatif serta Metaetika. Penafsiran penegak hukum bisa diformulasikan sebagai usaha melakukan hukum sebagai mestinya, mengawasi penerapannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan apabila terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu agar ditegakan kembali.
Dalam kenyataanya masih banyak oknum penegak hukum yang masih melanggar kode etik profesinya. Sehingga keadilan sulit ditegakkan di negara ini. Berikut adalah kasus-kasus pelanggaran kode etik profesi sehingga menyebabkan indonesia sulit menegakkan keadilan.
Pada 11 Juli 2019 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap dua hakim Pengandilan Negeri Jakarta Selatan, R. Iswahyu Widodo dan Irwan masing-masing empat tahun enam bulan pidana penjara. Selain itu, keduanya juga dihukum membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Mereka berdua dipenjara karena telah terbukti sah menerima suap sebesar 150 juta dari seorang pengacara dan pengusaha untuk memenangkan kasus yang sedang ditangani.
Kejadian ini termasuk pelanggaran kode etik karena seharusnya hakim itu harus bersifat netral dan menjalankan sidang sesuai kode etik. Jika di Indonesia masih banyak hakim yang bisa dibeli dengan uang maka akan sangat sulit keadilan terwujud di negara Indonesia.