Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati yang bersifat universal dan merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati dan dijunjung tinggi serta tidak dapat dicabut, dikurangi dan dirampas oleh siapapun. HAM tidak hanya mengatur tentang hak dari setiap warga negara akan tetapi juga mengatur kewajiban manusia itu sendiri dan manusia di kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam perkembangannya HAM dalam kehidupan manusia secara prakteknya sangat tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam hal ini yang menjadi impek dalam permasalahan Hak Asasi Manusia yang ada adalah Wanita/Perempuan bahkan anak anak. Perempuan dan anak anak dianggap sebagai manusia yang paling lemah sehingga banyak sekali terjadinya penindasan terhadap perempuan.
Kondisi yang demikian dapat menimbulkan risiko yang rentan terjadi gangguan-gangguan termasuk yang berhubungan dengan seksualitas Seperti pencabulan, pemerkosaan, pelecehan seksual, aborsi, pelacuran dan perdangan wanita. Kejahatan yang kerap terjadi yaitu pencabulan yang merupakan salah satu penghambat kemajuan dan menghalangi hak asasi dan kebebasan untuk tercapainya kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.
Kekerasan seksual pada perempuan ini merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia yang sudah disepakati dalam Konferensi Wina 1993. Lalu bagaimanakah pandangan Hak Asasi Manusia terhadap kekerasan seksual pencabulan anak diindonesia dan bagaimanakah kontribusi KOMNAS Perlindungan anak serta KOMNAS Perlindungan perempuan dalam upaya untuk menanggulangi kasus kekerasan seksual ini?
PEMBAHASAN
Pencabulan merupakan suatu perbuatan yang melanggar kesopanan atau kesusilaan juga termasuk persentubuhan diluar perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki atau suatu kelompok orang tertentu terhadap perempuan dalam bidang seksual yang bersifat mengitimidasi secara non fisik dan secara fisik yang tidak disukai oleh korban karena dinggap sebagai penghinaan dan mencoreng nama baik.
Sampai saat ini masih banyak sekali kekerasan seksual pencabulan yang terjadi terutama terhadap perempuan, balita, anak-anak, remaja bahkan orang dewasa sekalipun, dari tahun ketahunpun kekerasan seksual terutama pencabulan selalu mengalami kenaikan dan belum juga menemukan titik temu penyelesaain. Komisi Nasional Perempuan mencatat ada 2.988 kasus kekerasan seksual yang turut terjadi antaranya pencabulan (1.136 kasus), perkosaan (762 kasus), pelecehan seksual (394) dan persentubuhan (156). Itu merupakan kasus yang dilaporkan dan sudah tercatat, lalu berapa banyak kasus yang belum dilaporkan?
Faktanya tidak semua korban kasus kekerasan seksual mempunyai keberanian untuk melaporkan apa yang telah terjadi. Sehingga kurangnya keberanian tersebut memungkinkan kasus-kasus yang sama akan terulang kembali dan akan memakan banyak korban lagi. Perbuatan kekerasan seksual pencabulan diatur dalam peraturan perundangan yang tertulis yaitu KUHP dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan yang terletak pada pasal 285, 286, 287, 288, 289, 290, 292, 293, 294, 295, 296.
Dalam KUHP pasal 284 menyebutkan bahwa persentubuhan laki-laki dan wanita yang sudah kawin atau persebutubuhan laki-laki dan wanita yang belum kawin juga termasuk pencabulan. Persentubuhan diluar pernikahan banyak terjadi pada usia anak anak atau remaja. Selain itu dalam kajian kekerasan seksual, pencabulan bukan hanya dilakukan terhadap alat kelamin (persentubuhan) saja akan tetapi juga dilakukan pada anus dan dubur. Kasus pencabulan ini tidak memiliki kriteria usia karena pencabulan ini bisa dilakukan oleh seseorang kepada seseorang lainnya kapanpun dan dimanapun bukan hanya dari bersentubuh saja melainkan juga dengan memasukan benda kedalam kelamin, anus, dubur bahkan mulut.
Mirisnya dalam kasus ini pencabulan kerap kali terjadi kepada anak anak dibawah umur, hal ini dikarena kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak dan juga masih polosnya anak sehingga mudah sekali dirayu atau diiming iming. Dalam hal ini hanya aparat hukum dalam menyelesaikan permasalahan ini berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan untuk diselisaikan dalam jalur hukum, tahapannya yaitu: Penyelidikan, Penyidikan, Pemeriksaan saksi korban, Pemeriksaan tersangka, Cek TKP, Pemeriksaan visum pada korban, Pemberkasan (P21), Lalu kemudian diserahkan kepada kejaksaan negeri.
Didalam pasal 289 KUHP dimaksudkan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusak kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun. Selain KUHP juga ada peraturan perundangan yang juga mengaturnya yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 52-66 yang terkait dengan perlindungan anak. Juga, UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat (1).
Jaminan atas pelaksanaan perlindungan dan kesejahteraan anak dimuka hukum tampak pada peraturan perundang-undang yang sudah ditetapkan. Pasal 82 ayat (1) jo pasal 76 E UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menyebutkan tentang hukuman bagi para pelaku pencabulan anak yaitu pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000 dan paling sedikit Rp. 60.000.000. Selain itu juga disebutkan dalam Pasal 289 KUHP yang menyebutkan tentang perbuatan cabul akan diancam pidana paling lama 9 tahun.
Dalam pelaksanaan untuk mengurangi pelanggaran kekerasan seksual pencabulan terhadap anak selaras dengan pasal 28B UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pemerintah Indonesia bukan hanya saja mengakui hak tiap anak tetapi juga harus mengakui tanggung jawab terhadap hak anak. Perlunya perlindungan bagi anak didasarkan pada alasan:
- Anak sebagai generasi bangsa yang meneruskan cita-cita bangsa yang wajib dilindungi oleh hukum dan negara
- Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia
- Anak juga merupakan warganegara yang memiliki hak dan kewajiban yang juga wajib dilindungi oleh hukm dan negara juga.
PENUTUP
Pencabulan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan secara sengaja, karena dalam kejahatan ini pihak yang dirugikan bukan hanya dari segi fisik dan psikis akan tetapi juga terjadinya kerusakan organ reproduksi atau alat vital serta juga jatuhnya martabat kemanusiaannya. Kasus-kasus kekerasan seksual masih lekat dengan moralitas padahal hal tersebut masih terikat dengan martabat kemanusiaan. Terlebih juga para korban kekerasan pencabulan adalah anak-anak dibawah umur atau remaja serta para perempuan.
Padahal sudah jelas tentang peraturan perundangan yang mengatur tentang pelanggaran HAM dan kekerasan seksual, akan tetapi dalam prakteknya masih adanya ketidaksadaran hukum terhadap masyarakat dan pelaku kejahatan tersebut. Dalam sisi hukum, hukum Indonesia yang mengatur jelas tentang HAM dan kekerasan seksual pun juga kurang tegas dalam menyelesaikan perkara ini, pasalnya di Indonesia para pelaku kejahatan seksual hanya dibawa keranah hukum, dan didalam nya masih sering terjadi hambatan karena lat bukti penyelidikan hanya berfokus pada kekerasan sesual alat kelamin saja.
Tanpa adanya kerusakan alat kelamin pada korban kekerasan seksual maka visum At Repertum tidak dapat membuktikan, dampaknya kepada para pelaku kekerasan seksual seperti pedofilia atau sejenisnya hanya mendapatkan hukuman ringan yang tidak sesuai dengan akibat kekerasan yang sudah ditimbulkan kepada para korban. Hukum harus ditegakkan untuk mencarikan keadilan para korban kekerasan seksual pencabulan dan mengurangi kekerasan seksual pencabulan tersebut.
Dukungan dan kerjasama dari masyarakat serta sinergi dan kontribusi para aparat penegak hukum juga menjadi salah satu upaya dalam mengatasi dan mengurangi kejahatan kekerasan seksual. Di sisi lain kita juga wajib melaporkan segala apapun ketika kita mengalami atau melihat serta mendengarkan kasus kekerasan seksual pencabulan agar kita mendapatkan jaminan dan perlindungan HAM di muka hukum.
Baca juga:
- Kekerasan Seksual Terhadap Anak dalam Perspektif HAM
- Pemidanaan Gratifikasi Seksual
- Mengulik Pelecehan Seksual oleh ‘Oknum’ Akademisi
- Restorative Justice dalam Pemidanaan Anak di Indonesia
- Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Eksploitasi Seksual
- Evaluasi Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia
- Hukum Kekerasan Seksual di Indonesia: Sudahkah Berperspektif Korban?
- Sanksi Kode Etik untuk Personel dengan Orientasi Seksual LGBT
- Anak Menganiaya Menyebabkan Kematian, Bagaimana Penegakan Hukumnya?
- Pemerkosaan Gadis di Bawah Umur di Sumatera Utara