Sebagai Negara Demokrasi, Indonesia menjamin kebebasan berpendapat di muka umum melalui peraturan perundang-undangan. Secara Harfiah, kebebasan berpendapat ( Freedom of Speech ) berarti seseorang bebas menyatakan pendapat atau ide gagasan yang dimilikinya di depan umum. Namun perlu diingat, selain negara demokrasi, Indonesia juga merupakan Negara Hukum. Oleh karena itu, segala sesuatu diatur oleh hukum termasuk kebebasan berpendapat. Hukum sendiri hadir sebagai pengatur antara hak berpendapat dan kewajiban seseorang untuk menghormati hak orang lain. Hal ini memiliki arti bahwa dalam menyatakan pendapat dalam bentuk tulisan dan atau lisan, tetap ada batasan-batasan agar tidak menyakiti maupun merugikan orang lain.
Dalam menyatakan kebebasan berpendapat, Indonesia menganut kebebasan yang bertanggung jawab terhadap Hak Asasi Manusia sebagaimana sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Hak kebebasan berpendapat diatur dalam ketentuan Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) berikut :
[rml_read_more]
“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.”
Dalam pasal tersebut, tertulis secara jelas bahwa saat mengeluarkan pendapat, seseorang wajib memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara. Dengan kata lain, dalam mengeluarkan pendapatnya harus menghargai hak orang lain sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28J Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai berikut :
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Seiring dengan berkembangnya teknologi khususnya pada sektor media sosial, berkembang pula pengaturan hukum untuk mengatur bagaimana kebebasan berpendapat agar tidak melanggar hak orang lain. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). Salah satu larangan yang telah diatur dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah larangan melakukan pencemaran nama baik atau penghinaan, serta muatan sanksinya diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2006 sebagai berikut :
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Dengan adanya pasal tersebut, maka penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media sosial dapat dipidanakan. Sebagaimana dituliskan pada buku Kebebasan Berekspresi di Indonesia – Hukum, Dinamika, Masalah, dan Tantangannya (hal. 123)
“bahwa pernyataan yang dikeluarkan orang untuk menghina sangat tergantung kepada pemilihan kata dan cara penyampaian, serta perasaan subjektif orang yang dihina terkait dengan rasa harga diri. Bentuk objekif dari mengina adalah bila pernyataan itu menyerang nama baik orang lain, karena akan diukur sejauhmana nama baik seseorang menurun karena penghinaan tersebut. Namun bila terkait dengan “kehormatan” orang lain, maka delik penghinaan menjadi subjektif, terkait dengan rasa yang bersifat subjektif. Oleh karenanya tidak mengherankan, bahwa untuk pembuktian delik penghinaan, dibutuhkan unsur “tujuan untuk menghina”