Kasus PKPU diam-diam Meikarta menunjukkan keberadaan pengembang properti yang tidak transparan mengelola proyek properti. Praktik ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat dan merusak reputasi proyek properti di Indonesia. Selain itu, investor di sektor properti di Indonesia juga dapat semakin berkurang atas kejadian ini.
Kasus PKPU diam-diam Meikarta juga dapat berdampak buruk pada penerimaan pajak dan pendapatan negara. Jika pengembang properti tidak dapat membayar utang secara terbuka, pemerintah tidak dapat mengumpulkan pajak yang seharusnya dibayar oleh pengembang properti. Apabila kasus ini berdampak pada ketidakpercayaan investor terhadap industri properti, investasi yang masuk ke Indonesia dapat berkurang sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Menilik kasus PKPU diam-diam Meikarta, muncul pertanyaan, khususnya terkait perlindungan hukum bagi konsumen. Tidak adanya transparansi dalam proses bisnis properti menegaskan adanya kelemahan regulasi yang seharusnya melindungi konsumen. Perlindungan hukum konsumen menjadi sangat penting guna mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Dalam kasus Meikarta, perlindungan hukum konsumen menjadi penting karena proyek tersebut melibatkan banyak konsumen. Konsumen yang telah membeli unit apartemen atau rumah di Meikarta berhak mendapatkan jaminan atas kualitas produk yang diterima. Tidak adanya transparansi dalam perizinan dan regulasi mempengaruhi kualitas produk yang diterima oleh konsumen. Ada dugaan pelanggaran perizinan sehingga banyak konsumen khawatir akan kualitas produk yang mereka beli. Keputusan Lippo Group mengajukan permohonan PKPU secara diam-diam juga merugikan konsumen karena dapat memperpanjang waktu penyelesaian proyek.