Etika adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “ethikos” yang memiliki arti timbul dari kebiasaan. Etika secara definisi berarti cabang utama dari filsafat yang mempelajari tentang nilai dan kualitas yang dimiliki, di mana nantinya akan menjadi studi mengenai penilaian moral beserta standarnya. Bagaimana menganalisis sesuatu dapat dikatakan benar atau salah serta baik buruknya sesuatu sudah tercakup semua dengan berbagai penerapan konsepnya dalam etika.
Etika memiliki tujuan untuk menyamaratakan ide bagi seluruh manusia mengenai berbagai ukuran tingkah laku baik serta buruk dalam rentangan akal pikiran manusia. Tetapi, dalam pencapaian tujuannya banyak sekali kesulitan yang timbul. Jika dikembalikan lagi dari pandangan masing-masing golongan di dunia ini, jelas ada keriteria yang berbeda-beda bagaimana sesuatu bisa dikatakan baik atau buruk.
Manusia adalah makhluk sosial yang dalam setiap kehidupannya pasti akan selalu bersinggungan dengan orang lain. Sifat, kebiasaan, dan karakter yang berbeda-beda antara saru orang dengan orang lainnya menjadikan setiap manusia harus bisa pandai untuk memposisikan diri dimanapun dan kapanpun dia berada agar tidak merugikan orang lain. Inilah yang menjadi latar belakang dan dasarnya pentingnya etika dalam kehidupan.
Sebagai makhluk sosial, tentu kita membutuhkan orang lain untuk menjalani hidup. Etika ini yang nantinya menjadi seperangkat aturan yang mengajari seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku agar tercipta perdamaian dan persaudaraan. Entah dalam lingkungan yang sama ataupun berbeda, tata krama serta etika perlu dipelajari sebaik mungkin.
Pembahasan
Menurut pandangan dari Aristoteles, urgensi etika akan berkaitan dengan kepedulian untuk memperhatikan orang lain. Ketika seseorang beretika, maka dia tidak akan serta merta mementingkan dirinya sendiri dalam setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan . Oleh karena itu, tidak lepas dalam kehidupan masyarakat saja, etika juga memiliki kaitan erat dengan profesi yang dijalani seseorang.
Etika profesi sendiri nantinya akan menunjukkan professionalitas seseorang dalam menjalani tugas dan kewajibannya untuk bisa memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Tujuan dari etika profesi ini tidak lain adalah supaya dalam menjalani profesinya, seseorang bisa bertindak dan menaati kode etik profesi.
Dalam realisisasinya, penyelewengan-penyelewengan kode etik profesi sangat sering terjadi. Termasuk dalam menjadi aparat penegak hukum, penyimpangan kode etik profesi kerap saja terjadi. Kondisi hukum di Indonesia untuk saat ini memang lebih sering menuai kritik daripada pujian. Banyak masyarakat yang berkata bahwa hukum di Indonesia saat ini dapat dibeli bagi siapapun yang memiliki jabatan, nama, ataupun kekuasaan.
Masyarakat menganggap bahwa asalkan memiliki uang yang banyak, pasti akan aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Pernyataan inilah yang mengingatkan masyarakat bahwa karena hukum bisa dibeli, maka aparat penegak hukum tidak bisa diharapkan untuk menegakkan hukum secara menyeluruh dan adil tanpa memandang siapapun. Realitas yang mudah ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini yang mampu menjadi bukti penyelewengan penegakan hukum seperti peradilan yang diskriminatif ataupun rekayasa proses peradilan.
Salah satu kasus pelanggaran etika profesi hukum yang pernah terjadi di Indonesia yakni pelanggaran kode etik prosesi hakim dan pedoman perilaku hakim Rizet Benyamin Rafael. Dilansir dari laman hukumonline.com, Majelis Kehormatan Hakim yang bersidang di ruang Wirjono Prodjodikoro Mahkamah Agung telah memutuskan usulan pemberhentian secara tidak hormat kepada hakim Pengadilan Negeri Kupang yang terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, telah dinyatakan secara tegas tentang larangan hakim untuk berpihak, apalagi terhadap anggota keluarganya. Dalam Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, telah dinyatakan secara tegas mengenai larangan itu, pasal tersebut berbunyi bahwa “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera”.
Hakim Rafael menjadi ketua majelis dalam perkara pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Terdakwa dalam kasus ini adalah Ventje di mana dia dituduh sering melakukan tindakan kekerasan pada Lili Leonora Tanjung yang tidak lain adalah istrinya. Setelah melalui persidangan, Ventje divonis bebas murni. Pengacara Lili yaitu Petrus J. Loyani kemudian mengusut dan menelusuri latar belakang sang hakim dikarenakan timbul kecurigaan terhadap hasil vonisan tersebut.
Ternyata, Hakim Rafael memang masih memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa Ventje. Tak hanya itu, Petrus yang menjadi pengacara Lili juga melaporkan pertemuan yang pernah dilakukan oleh hakim Rafael dengan Jeffery Pah yang merupakan kerabat Ventje. Pertemuan itu ditengarai membahas perkara yang tengah ditangani Rafael.
Hakim Rafael telah mengaku memahami tentang larangan bagi hakim untuk menangani perkara kerabat, namun baginya dia tidak memiliki kepentingan apapun baik dengan pihak Lili maupun pihak Ventje sehingga ia tidak mundur. Hakim Rafael juga menganggap bahwa jika dirinya harus menolak, maka sudah seharusnya dia dipindahkan dari Kupang.
Menurutnya, hubungan kekeluargaan di Kupang sangatlah kental meskipun hanya sebatas pertemanan. Majelis Kehormatan Hakim untuk kasus Hakim Rafael ini terdiri dari empat Anggota Komisi Yudisial yaitu Chatamarrasjid Ais, Zainal Arifin, Soekotjo Soeparto, dan Thahir Saimima. Sementara lainnya terdiri dari tiga Hakim Agung Mahkamah Agung yakni Rehngena Purba, Suwardi, dan Djafni Djamal. Yang bertindak menjadi Ketua sidang Majelis Kehormatan Hakim ini adalah Zainal Arifin.
Penutup
Kasus seperti di atas yang menjadi salah satu contoh penyelewengan kode etik profesi hakim, harusnya menjadi pembelajaran tersendiri sebagai evaluasi pemerintah kedepannya. Pemerintah harusnya bertindak lebih tegas untuk dapat memberantas berbagai pelanggaran kode etik profesi lainnya. Bagaimanapun juga, pelanggaran kode etik profesi juga menjadi pelanggaran etika yang tentu akan merugikan orang lain. Kondisi seperti ini nantinya akan berpengaruh besar terhadap kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum. Dampak dalam jangka waktu yang lebih panjang lagi, mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum akan membutuhkan waktu yang sangat lama.