Laporan ini memiliki tiga komponen penilaian, yaitu kelangsungan hidup, jumlah dan kualitas pendidikan dan kesehatan. Kelangsungan hidup diukur dengan angka kematian balita. Jumlah dan kualitas pendidikan diujur dengan menyelaraskan nilai ujian dan kuantitas jumlah tahun sekolah yang diharapkan diperoleh anak pada usia 18 tahun. Kesehatan diujur dengan tingkat kelangsungan hidup orang dewasa dan tingkat stunting untuk anak di bawah usia 5 tahun. Di antaranya menyangkuindekt komponen peluang hidup hingga usia 5 tahun, kualitas dan kuantitas pendidikan, serta kesehatan termasuk isu stunting.
Kebijakan Pemerintah
Rendahnya nilai indeks yang dicapai oleh Indonesia menegaskan bahwa pemerintah belum memiliki kebijakan yang tepat dan reponsif terhadap permasalahan utama. Akses kesehatan menjadi aspek yang penting untuk memastikan generasi Indonesia dapat tumbuh dengan sehat. Selain itu, alokasi anggaran pendidikan yang setiap tahun lebih dari 20% dari APBN belum dapat menjamin akses pendidikan yang inklusif. Angka putus sekolah masih relatif tinggi dan masih belum meratanya kualitas pendidikan Indonesia menjadi tantangan besar dalam menyiapkan SDM yang berdaya saing.
Pembekalan keterampilan khusus dengan pelatihan-pelatihan menjadi sangat diperlukan. Peran Ketenagakerjaan menjadi penting di tengah persaingan global yang menuntut keterampilan-keterampilan baru dan menggeser keterampilan-keterampilan lama karena faktor efisiensi.
Usaha tersebut di atas perlu respon dalam waktu yang relatif cepat. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyebutkan jika hal tersebut tak diperbaiki, dikhawatirkan anak-anak Indonesia kesulitan bersaing di tengah lajunya persaingan global. Penyiapan SDM yang unggul menjadi kebutuhan sebagai tolok ukur utama peningkatan derajat dan kualitas manusia yang berkontribusi sebagai modal Indonesia ke depan.